Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Atasi Kelebihan Kapasitas Lapas, Harus Ada Perubahan Paradigma Pemidanaan

Kompas.com - 10/04/2017, 17:21 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, hampir seluruh lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia kelebihan kapasitas.

Dalam waktu dua bulan, rata-rata lapas di seluruh Indonesia menampung 10.000 narapidana baru.

"Posisi yang di dalam harusnya 5 orang kami masukkan 47 orang. Teori over capacity, semakin disesakkan agresivitas meningkat," kata Yasonna, dalam rapat kerja di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/4/2017).

Selain itu, Yasonna mengatakan, lapas tengah kekurangan sipir.

Di setiap lapas yang rata-rata dihuni oleh 3.500 narapidana hanya dijaga 17 sipir.

Kondisi ini, kata Yasonna, kerap memunculkan kericuhan di lapas.

Ia mengungkapkan, lebih dari 50 persen penghuni lapas merupakan narapidana narkoba, yang sebagian besar merupakan pengguna.

"Napi narkoba lebih banyak kurirnya daripada pemakainya. Something wrong dalam ekeskusinya," ujar Yasonna.

Yasonna mengatakan, hal itu karena adanya kekeliruan dalam proses pemidanaan di Indonesia sehingga menyebabkan terjadinya kelebihan kapasitas lapas.

Menurut dia, perlu reformasi dalam bidang pemidanaan, khususnya dalam hal pidana narkoba.

"Ada yang salah dari penanganan di proses awal. Di undang-undang jelas, ada assesment, kalau pemakai ya rehab. Tahun 2015 anggaran negara dari BNN (Badan Narkotika Nasional) zaman Pak Anang (Iskandar) itu Rp 100.000 biaya rehab," ujar Yasonna.

"Saya udah ketemu MA dan kami waktu itu mau ngasih grasi mahal dengan catatan direhab. Sudah bicara dengan Pak Anang. Sudah ada kesepakatan dengan MA gimana teknisnya. Tapi terjadi perubahan paradigma. BNN langsung ngegas. Ya kami mundur," lanjut dia.

Yasonna mengatakan, salah satu bentuk terobosan hukum yang bisa diambil adalah mengedepankan prinsip restorative justice, yakni pemberian hukuman yang berlandaskan perbaikan perilaku pelaku kejahatan.

Paradigma pemberian hukuman, lanjut Yasonna, seharusnya terlepas dari paradigma mengkriminalisasi pelaku kejahatan dengan hukuman yang berat.

Dalam beberapa pidana ringan, ia mengusulkan agar adanya keringanan hukuman disertai dengan hukuman yang menyadarkan pelaku untuk tidak mengulangi tindak pidana tersebut.

Beberapa bentuk hukuman yang bisa digunakan dalam menghukum pidana ringan adalah kerja sosial.

"Harusnya bikin undang-undang pidana yang lebih reformatif. Ada pemidanaan yang reformatif, nanti kita tunggu di KUHP baru," ujar dia.

"Mudah-mudahan RUU KUHP selesai dalam dua masa sidang. Kalau selesai, masuk kami revisi undang-undang pemasyarakatan. Sementara itu kami atur itu nanti lewat PP (Peraturan Pemerintah) sehingga bisa kami laksanakan ini," kata Yasonna.

Kompas TV Keamanan di Lembaga Pemasyarakatan kembali jadi sorotan. Setelah BVisnis gelap narkotika di dalam Lapas kembali terbongkar. BNN miliki bukti akurat keterlibatan napi di 39 Lapas menjadi bandar narkoba.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com