Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kalau MA Konsisten, Seharusnya Tak Pandu Sumpah Jabatan Pimpinan DPD"

Kompas.com - 06/04/2017, 08:42 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Mahkamah Agung (MA) untuk tetap memandu pengambilan sumpah jabatan terhadap Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang baru menuai kritik.

MA dianggap melanggar putusannya sendiri. Sebelumnya, MA telah membatalkan Tata Tertib  Nomor 1 Tahun 2016 dan 2017 yang menjadi dasar hukum pemilihan Pimpinan DPD yang baru.

Tatib itu mengatur masa jabatan Pimpinan DPD.

Jika mengacu pada putusan MA, seharusnya DPD tak melakukan pemilihan pimpinan.

MA berdalih, DPD telah melaksanakan putusan dengan melakukan pemilihan Pimpinan yang baru berdasarkan tata tertib baru yakni Tata Tertib Nomor 3 Tahun 2017 yang dibuat setelah putusan MA keluar pada 29 Maret 2017.

MA, melalui Wakil Ketua sekaligus Pelaksana Harian (Plh) Ketua MA, Suwardi, memandu sumpah jabatan Pimpinan DPD yang baru pada Selasa (4/4/2017) kemarin.

(Baca: Salah Ketik Putusan MA yang Berujung Ribut di Internal DPD)

Inkonsistensi

 

Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun menilai, langkah MA merupakan bentuk inkonsistensi.

Seharusnya, tak ada pemisahan antara putusan hukum yang dikeluarkan MA dengan tugas negara sebagai lembaga yang memandu sumpah jabatan.

"Itu kan dalih saja kalau soal pemisahan antara putusan dan tugas negara sebagai pemandu sumpah jabatan dan di sisi lain seolah ansich sebagai pemberi putusan. Seharusnya kan konsisten dengan putusan, tidak perlu memandu sumpah," ujar Refly, saat dihubungi, Rabu (5/4/2017) malam.

Menurut dia, tak ada alasan bagi MA untuk menyatakan Oesman Sapta Odang sebagai Ketua DPD yang baru, dan Nono Sampono serta Darmayanti Lubis sebagai Wakil Ketua DPD merupakan Pimpinan DPD yang sah.

Refly menyatakan, dengan keluarnya putusan MA yang membatalkan aturan masa jabatan Pimpinan DPD selama 2,5 tahun, maka seharusnya masa jabatan pimpinan yang lama berakhir pada 2019. 

Dengan demikian, proses pemilihan yang dilakukan setelah keluarnya putusan MA menjadi tidak sah.

(Baca: Lantik Pimpinan DPD, MA Beralasan Tunduk pada Hukum)

Hal ini juga berlaku bagi pemilihan yang dilakukan setelah adanya pengesahan Tata Tertib Nomor 3 Tahun 2017.

"Kalau begitu pemilihan pada dini hari itu apa? Rapat wilayah seperti kata mereka? Itu dasar hukumnya apa kalau bukan tata tertib yang lama?" ujar Refly.

"Meskipun ada pemilihan lagi dengan tata tertib baru, itu tak bisa menjadi dasar hukum pemilihan. Sebab itu justru memperkuat kedudukan Pak (Mohammad) Saleh, Pak Farouk (Muhammad), dan Bu (GKR) Hemas," lanjut Refly.

Oleh karena itu, lanjut Refly, terpilihnya Pimpinan DPD yang baru sangat rawan digugat secara hukum oleh anggota dan konstituen DPD.

Alasan MA pandu sumpah jabatan Pimpinan DPD

Juru Bicara MA Suhadi mengaku, baru mendapat informasi sementara bahwa DPD sebelumnya telah melaksanakan putusan MA terkait pembatalan Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2017, dengan menerbitkan Tata Tertib Nomor 3 Tahun 2017.

Tata Tertib Nomor 3 Tahun 2017 dijadikan dasar pemilihan Pimpinan DPD, yakni dengan masa jabatan Pimpinan DPD yang dikembalikan menjadi 5 tahun.

Langkah DPD itu dinilai sebagai bentuk kepatuhan terhadap putusan MA sehingga Wakil Ketua MA, selaku Pelaksana Harian (Plh) Ketua MA, Suwardi, datang ke DPD untuk memandu sumpah jabatan Pimpinan DPD.

(Baca: KY: Kesalahan Penulisan Putusan Bagian dari "Unprofessional Conduct")

"Iya, seperti itu penjelasannya. Makanya detail dokumen perubahan itu saya belum lihat. Menurut Beliau (Suwardi) begitu. Pak Suwardi mengatakan menurut laporan, DPD sudah melaksanakan isi putusan MA," papar Suhadi.

"Sehingga, dengan adanya pemilihan itu, meminta dari MA untuk memandu sumpah jabatan. Nah, bagaimana dokumen yang melaksanakan putusan MA itu, saya belum lihat," lanjut dia.

Hakim Yustisial pada Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Witanto mengatakan, sebagai lembaga peradilan, MA juga harus tunduk pada hukum.

Hal ini yang menjadi pertimbangan MA melantik para Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang baru.

"Saya dapat konfirmasi dari Bapak Kepala Biro Hukum dan Humas bahwa terkait dengan penyumpahan pimpinan DPD oleh MA itu, bukan berarti MA tidak menghormati putusannya sendiri," kata Witanto, melalui pesan tertulisnya, Rabu (4/4/2017).

Witanto mengatakan, Pasal 260 Ayat 6 Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPD mengamanatkan bahwa Pimpinan DPD sebelum memangku jabatannya harus mengucapkan sumpah atau janji yang dipandu oleh Ketua MA.

Namun, karena Ketua MA Hatta Ali tengah menjalankan ibadah umroh, maka pelaksanaannya dilakukan oleh Wakil Ketua MA, Suwardi.

Oleh karena itu, MA tidak bisa mengelak untuk tidak melantik Oesma Sapta Odang (Oso) sebagai Ketua DPD serta dua wakilnya, Nono Sampono dan Darmayanti Lubis.

"Sedangkan terkait proses pemilihan dan pengangkatan pimpinan DPD tersebut adalah proses politik yang merupakan urusan rumah tangga DPD sendiri," kata Witanto.

Kompas TV MA-DPD Permainkan Hukum (Bag 2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com