JAKARTA, KOMPAS.com - Internal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dinilai terlalu banyak berdebat.
Terakhir, lembaga senator itu memperdebatkan soal putusan Mahkamah Agung (MA) yang terbit beberapa hari lalu soal tata tertib DPD 2016 dan 2017 yang mengatur masa jabatan pimpinan DPD 2,5 tahun.
Perdebatan itu membuat DPD terbelah dua.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus melihat, DPD terlalu sering membicarakan soal wacana elite.
"Dengan situasi DPD seperti ini, saya kira ini lonceng kematian untuk lembaga ini," kata Lucius dalam sebuah forum di press room DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/4/2017).
"Belum mengatakan akhir dari segala-galanya. Ini ajakan bagi bapak ibu senator untuk bangkit menunjukan karakter seungguhnya dari DPD," sambung dia.
(Baca: Ketua Pansus Tatib DPD: Tak Perlu Pemilihan Pimpinan Baru)
Menurut dia, kehebohan muncul karena para anggota membicarakan persoalan wacana elite.
Belum pernah muncul kehebohan di DPD karena mereka tengah memperjuangkan kepentingan rakyat di daerah masing-masing.
"Saya kira kalau kekuatan politik ini terus mencengkram, hampir pasti, memang kita tidak bisa lagi berharap DPD tampil dengan wajah aslinya sebagai perwakilan daerah," tutur dia.
Tak hanya Lucius namun juga hadir perwakilan Koalisi bersama sejumlah perwakilan koalisi masyarakat sipil, seperti Perludem, PSHK, Kode Inisiatif, ICW, dan lainnya.
Mereka pada awalnya berniat menyampaikan aspirasi terutama agar kehormatan DPD dapat tetap terjaga.
Sementara itu, Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi menilai kondisi DPD saat ini memprihatinkan dan marwah lembaga tercabik-cabik.
"Kami rasa perlu mendorong agar lembaga ini fokus pada penguatan kinerja," kata Veri.
Mengenai putusan MA soal tatib DPD, Veri menegaskan hal itu harus dijalankan oleh DPD. Jika ada kesalahan tulis dalam putusan, hal itu bukan soal substansial dan sudah dibetulkan oleh MA.
Veri menuturkan, apabila DPD tetap melaksanakan pemilihan pimpinan, maka akan melanggar hukum. Sebab, jelas bahwa pimpinan DPD menjabat selama lima tahun.
(Baca: Langkah DPD Berpotensi Melanggar Hukum)
"Ini bukan soal siapa yang menjabat tapi lembaga tercabik-cabik. Kalau terpilih, melanggar hukum maka semua produk hukum yang dikeluarkan DPD sampai 2019 nanti dianggap tidak sah," ujar Veri.
"Ini mengganggu DPD untuk menyuarakan aspirasi ke daerah," sambung dia.
Salah seorang anggota DPD yang hadir dalam kesempatan tersebut adalah Anggota DPD asal Kepulauan Riau, Djasarmen Purba.
Ia berterima kasih kepada koalisi masyarakat sipil atas aspirasi tersebut dan menerimanya sebagai bentuk koreksi.
"Agar DPD tidak ada kesalahan yang fatal dan itu sama dari kemampuan kami," ujar Djasarmen.
"Kami berterima kasih. Ada sekitar 15 yang nenyatakan agar DPD taat hukum," lanjut dia.