Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal KPU dari Parpol, Fadli Zon Nilai Hanya untuk Kritik Independensi

Kompas.com - 27/03/2017, 16:37 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon meyakini DPR tidak akan memasukkan unsur partai politik (parpol) dalam keanggotaan Komisi Pemilihan Umum, saat menyusun undang-undang pemilu baru.

Fadli Zon mengatakan, wacana tersebut dimunculkan untuk menguji nalar publik yang selama ini meyakini bahwa keanggotaan KPU yang bebas dari unsur parpol dijamin independensinya.

Padahal, menurut Fadli, banyak kecurangan yang terjadi saat KPU dipimpin oleh unsur nonparpol yang selama ini dianggap independen.

"Saya kira wacana itu dikemukakan untuk menantang isu independensi yang seringkali ada titipan dari berbagai pihak. Adanya kasus-kasus kecurangan yang kita rasakan baik dalam pileg (pemilu legislatif) dan pilpres (pemilu presiden)," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2017).

Ia pun membandingkan pemilu di India dengan Indonesia. Di India, tutur Fadli, dengan jumlah pemilih yang mencapai 840 juta orang, namun sengketa di sana hampir tidak ada.

Sementara itu, Indonesia, jumlah pemilihnya jauh lebih sedikit dibandingkan India. Namun, jumlah sengketa akibat kecurangan justru jauh lebih banyak.

"Berarti kan ada masalah dengan penyelenggaraan. Bisa dari sistem penyelenggaraannya bisa dari oknum penyelenggara. Inilah yang kemudian di-challenge supaya kemudian ada check and balance," tutur Fadli.

(Baca juga: Usul KPU dari Parpol, Pansus DPR Dinilai Tak Belajar dari Pemilu 1999)

Wacana keanggotaan KPU dari partai politik muncul setelah Pansus RUU Pemilu melakukan studi banding ke Jerman dan Meksiko.

Di Jerman, Pansus RUU Pemilu mengacu pada keanggotaan KPU Jerman yang terdiri dari delapan orang berlatar belakang partai politik dan dua orang hakim untuk mengawal bila muncul permasalahan hukum.

Namun, wacana adanya unsur partai politik (parpol) dalam keanggotaan KPU melemah saat rapat konsinyering Pansus RUU Pemilu bersama pemerintah di Hotel Atlet Century, Jakarta, Jumat (24/3/2017).

(Baca: Menurut Golkar, Fraksi-fraksi Cenderung Pertahankan Netralitas KPU)

"Dari rapat kemarin meski belum ada keputusan final kelihatannya begitu kok, arah pembahasan justru ke arah menjaga netralitas dan kemandirian penyelenggara pemilu," ujar anggota Pansus RUU Pemilu Fraksi Partai Golkar, Hetifah Sjaifudian, saat dihubungi, Jumat (24/3/2017).

Menurut dia, saat ini pandangan fraksi-fraksi sudah mengerucut untuk mempertahankan keanggotaan KPU yang netral. Namun, masih ada beberapa hal yang dipertimbangkan seperti syarat mundur dari partai politik saat mendaftar.

Kompas TV DPR dan Pemerintah Bahas Revisi UU Pemilu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com