Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Air Mata Petani Kendeng dan Prinsip "Sedulur Sikep" Menjaga Ibu Bumi

Kompas.com - 23/03/2017, 06:45 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

Mengutip artikel "Kultur Berlatar Gerakan Perlawanan" yang ditulis oleh Indira Permanasari di Harian Kompas, 25 Oktober 2009, cikal bakal komunitas Sedulur Sikep berasal dari putra dari Raden Surowidjojo bernama Samin Surontiko.

Surowidjojo ibarat Robinhood yang mencuri dari Belanda kemudian dibagikan kepada orang miskin. Ia lalu mendirikan kelompok "Tiyang Sami Amin". Pergerakan dilanjutkan Putra Surowidjojo, priyayi Raden Kohar, yang konon mengganti namanya menjadi Samin Surontiko.

Antropolog Amrih Widodo melalui tulisannya, Samin In The Order: The Politics of Encounter and Isolation, berpendapat gerakan Samin dimulai 1890-an akibat penetrasi berlebihan dari pemerintah kolonial Belanda.

Amrih menulis, pengikut gerakan Samin saat itu mengucilkan diri, tidak tunduk pada Belanda dan pegawai desa terutama dalam membayar pajak. Pada tahun 1900-an ajaran Samin menyebar dengan cepat dari wilayah Blora ke Bojonegoro, Grobogan, Ngawi, Pati, Rembang, dan Madiun. Tahun 1907 dilaporkan bahwa pengikutnya mencapai 3.000 orang.

(Baca: YLBHI: Pemerintah Harusnya Malu dengan Aksi Petani Kendeng)

Samin kemudian ditangkap di Rembang karena tersebar rumor akan melakukan pemberontakan. Oleh pemerintah kolonial Samin dibuang ke luar Jawa dan akhirnya meninggal di Padang, Sumatera Barat, tahun 1914.

Namun, aktivitas para pengikut Samin tidak terhenti dan mencapai puncaknya 1914. Para pengikut Samin menolak membayar pajak, berani berbicara dalam bahasa berlevel rendah (ngoko) kepada pegawai Belanda atau priayi.

Mereka juga tidak mengacuhkan otoritas ulama agama yang memimpin upacara perkawinan dan penguburan tetapi buntutnya minta bayaran. Amrih Widodo mengungkapkan, Saminisme adalah fenomena sosial yang paling lama di Asia Tenggara.

"Ketika gerakan Samin sangat gencar, pengikutnya tidak lebih dari 3.000, sangat kecil dibanding pemberontakan petani di Banten. Gerakan pengikut Samin bertahan begitu lama karena dianggap tidak mengancam negara," paparnya.

Menjaga Ibu Bumi

Protes masyarakat atas keberadaan pabrik semen di Pegunungan Kendeng telah berlangsung selama bertahun-tahun. Harian Kompas mencatat, warga Kendeng sudah mengalami kekerasan sistemik sejak tahun 2006.

Gunretno, salah satu tokoh muda komunitas Sedulur Sikep menuturkan, aksi protes yang dilakukan oleh petani Kendeng tidak semata bertujuan untuk mempertahankan hak hidup petani yang ada di Kabupaten Rembang saja, melainkan demi kelestarian alam di Jawa Tengah.

Aktivitas penambangan di kawasan karst, kata Gunretno, memiliki dampak yang merusak bagi keberadaan sumber air di bawah Pegunungan Kendeng. Sementara, para petani di Rembang, Pati, Blora, dan Grobogan bergantung pada sumber air dari pegunungan itu.

(Baca: Patmi Tidak Mau Pulang karena Ingin Tetap Berjuang untuk Kendeng...)

"Jawa Tengah seharusnya menjadi lumbung pangan karena daya tampung pulau Jawa itu tidak lagi mendukung untuk kegiatan eksploitasi seperti pabrik semen," ujar Gunretno dalam sebuah diskusi di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (19/3/2017).

Dalam wawancara dengan jurnalis senior Harian Kompas Maria Hartiningsih pada Agustus 2014, Gunretno mengatakan, menolak tambang dan pembangunan pabrik semen di wilayah di Pegunungan Kendeng Utara adalah perjuangan mempertahankan Tanah Air, yang artinya menjaga tanah dan air, demi kehidupan.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com