Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masa Depan DPD Dinilai Makin Mengkhawatirkan...

Kompas.com - 19/03/2017, 16:05 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) akan segera melaksanakan paripurna pemilihan pimpinan pada 3 April mendatang.

Hal itu didasari aturan pada tata tertib terbaru yang mencantumkan masa jabatan pimpinan DPD adalah 2,5 tahun. Aturan itu telah disepakati dalam rapat paripurna DPD beberapa waktu lalu.

Adapun perubahan tata tertib mengenai jabatan pimpinan DPD sempat menimbulkan kisruh di internal lembaga. Sejumlah pihak tak sepakat masa jabatan yang awalnya 5 tahun diubah menjadi 2,5 tahun.

Akibatnya, gugatan uji materi dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA). Putusan MK telah dikeluarkan. Namun, MK menilai bahwa urusan soal tata tertib merupakan wewenang legislasi DPD.

Sedangkan putusan MA hingga kini belum dikeluarkan.

Kisruh di internal DPD seolah tak berbanding lurus dengan hasil kinerja lembaga tersebut.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, hal itu dikarenakan semua kinerja DPD bergantung pada lembaga lain, terutama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Dalam melahirkan undang-undang misalnya, DPD hanya berwenang untuk ikut mengusulkan dan membahas, namun tidak dapat mengesahkan.

"Kinerja DPD sulit kita ukur karena untuk mengukur kinerja minimal ada hasil jelas. Karena DPD semuanya bergantung pada lembaga lain," kata Lucius dalam acara diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (19/3/2017).

"Kalau melakukan rapat kerja dengan kementerian, itu banyak. Tapi hanya seperti resepsi. Karena kalau mau serius, juga mau ngapain?" ujar dia.

Hal itu diperparah dengan DPD yang juga kurang memperjuangkan undang-undang yang diajukannya. Menurut Lucius, hampir tak ada upaya DPD untuk memastikan apakah apa yang mereka kerjakan betul-betul ditindaklanjuti segera oleh DPR.

Dalam beberapa kasus, draf undang-undang yang diserahkan DPD ke DPR bahkan dianggap mentah sehingga DPR harus bekerja dari awal.

Keadaan ini semakin buruk dengan hijrahnya puluhan anggota DPD ke partai politik. Hal itu dianggap tak sesuai dengan tujuan utama pembentukan DPD sebagai perwakilan daerah yang tak berafiliasi dengan kepentingan partai-partai politik tertentu.

Orang-orang yang masuk di DPD, kata Lucius, juga turut mengkerdilkan lembaga tersebut.

"Dari dalam saja sudah tidak ada upaya untuk secara serius memberdayakan lembaga ini. Atau mereka sudah pasrah dengan keadaan?" tuturnya.

(Baca juga: Anggota DPD Harus Berhenti Mengabdi pada Parpol)

Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zainal Arifin Mochtar juga merasa khawatir dengan kondisi DPD saat ini.

DPD justru semakin dikerdilkan dengan aturan-aturan yang ada, bahkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Padahal, DPD merupakan kamar kedua parlemen yang pada awalnya dibentuk sebagai penyeimbang bagi DPR.

"Mohon maaf, seringkali DPD mengalami pengkerdilan secara sistematis. Padahal DPD kan kamar kedua, biasanya kuat seperti gajah. Tapi oleh UUD sebetulnya dikecilkan maknanya," kata Zainal.

Menurut Zainal, hal itu tercantum dalam Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945 mengenai wewenang DPD. Zainal mengibaratkan ketentuan tersebut justru mengkerdilkan DPD menjadi seperti kambing alih-alih kuat seperti gajah.

Sebab, DPD hanya memiliki wewenang untuk konsultasi dan mengawasi. Namun, tindak lanjut dari pengawasan diserahkan kepada DPR.

"Di UU MD3 diubah lagi jadi kelinci. Jadi ada pengkerdilan secara sistematis. Dan tatib DPD malah mengubah jadi tikus," ujar Zainal.

"Saya membayangkan DPD tidak punya masa depan," kata dia.

(Baca juga: Semangatnya Harus Perbaiki DPD RI, Bukan Bubarkan)

Adapun Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KoDe Inisiatif) Veri Junaidi mengusulkan agar DPD mengesampingkan syahwat politiknya soal perebutan kursi pimpinan dan fokus pada penguatan kelembagaan.

Dengan situasi internal DPD yang meributkan kursi pimpinan, cita-cita penguatan lembaga DPD seolah mustahil untuk dicapai.

"Mestinya DPD fokus pada menguatkan kelembagaan. Sekarang justru ribut soal masa jabatan, bagaimana menguatkan kelompok atau parpol tertentu. Ini jadi persoalan serius. Penyakitnya akut," kata Veri.

Kompas TV Peran DPD Belum Terlihat Jelas?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com