Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Algooth Putranto

Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI).

Berebut Kartu Mati Politik Cendana?

Kompas.com - 19/03/2017, 15:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

KOMPAS.com - Putaran kedua Pilkada DKI harus diakui semakin menarik, pasca hadirnya keluarga Soeharto yang diasosiasian ‘Cendana’, tak pelak Pilkada DKI semakin membuat pesta demokrasi lokal Ibukota menjadi bercita rasa Pilpres 2019.

Kehadiran cagub-cawagub Anies Baswedan-Sandiaga Uno maupun Djarot Saiful Hidayat dalam Haul Supersemar, sebagian menyebutnya Haul Soeharto, di Masjid At-Tin Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur pada Sabtu, 11 Maret lalu, tak bisa begitu saja dipandang sekadar upacara keagamaan.

Nuansa politis sangat kental untuk diabaikan. Pertama, cukup ajaib jika Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang merupakan peristiwa profan (keduniawian) diperingati dengan cara sangat sacred (sakral). Kedua, jika dimaksudkan sebagai sekadar peristiwa sacred, mengapa terjadi peristiwa cemoohan yang dilakukan peserta haul terhadap Cawagub Djarot.

Ketiga, peristiwa haul digelar tak terlalu lama dari pertemuan Anies-Sandiaga Salahuddin Uno dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan politikus Golkar Titiek Soeharto di akhir Februari 2017.

Keempat, tidak dapat dibantah upaya keras Tommy Soeharto untuk memaksimalkan kehadiran (presence) dirinya sebagai bagian dari penggalangan Partai Berkarya sebagai peserta baru Pemilu 2019.

Dari sejumlah faktor tersebut, saya mengerucutkan pertanyaan pada kembalinya dinasti politik Cendana. Memang bukan hal baru bagi Indonesia pasca Orde Baru. Sejarah malah mencatat, upaya berpolitik keluarga Cendana mirip kartu mati dalam permainan remi.

Menggunakan asosiasi permainan kartu, hidup bahkan politik tak ubahnya permainan kartu remi, dimana dalam setiap permainan di tangan pemain terdapat 13 kartu. Nilainya beragam, baik kartu truf dan maupun kartu mati. Kartu-kartu mati itu menarik, tapi menipu dan mudah dimainkan.

Di lain pihak, kartu-kartu truf tampak samar, tak menarik dan susah dimainkan. Saat permainan, pemain yang bijaksana dan penuh perhitungan akan membuang kartu-kartu mati dan menahan kartu-kartu truf.

Dalam politik Indonesia pasca Orba, kehadiran keluarga Cendana selalu menarik sebagai bumbu nostalgia namun tak berfungsi maksimal bahkan cenderung bukan hal yang bisa menjadi faktor pemenang jika dipertahankan.

Kita coba runut lewat petualangan dinasti Cendana yang dimulai dari Siti Hardijanti Rukmana, atau sering dikenal juga dengan nama Mbak Tutut dengan mendirikan Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) untuk bertarung dalam Pemilu 2004.

Untuk menjalankan PKPB, Mbak Tutut didukung oleh para mantan pejabat Orde Baru yang dikenal sangat dekat dengan Soeharto, salah satunya Jenderal (Purn.) R. Hartono. Sayang, petualangan putri sulung Soeharto yang terkenal dengan program nasi bungkus saat menjadi Menteri Sosial Republik Indonesia pada Kabinet Pembangunan VII itu gagal total dan tak pernah lagi muncul hingga Pemilu 2009.

Bagaimana dengan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto? Hanya tiga tahun pasca bebas dari penjara akibat dipidana 10 tahun dalam kasus kepemilikan senjata ilegal dan pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita, bungsu Soeharto itu didorong sejumlah elit Golkar sebagai kandidat Ketua Umum DPP Partai Golkar pengganti Jusuf Kalla.

Lagi-lagi, nama besar keluarga Cendana tak berarti. Nasib baik belum berpihak pada Tommy, pada Munas Partai Golkar di Pekanbaru (Riau) tahun 2009 posisi Ketua Umum berhasil diraih Aburizal Bakrie, mantan Menko Perekonomian dan Menko Kesra di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Strategi Piye Kabare?

Cerita berbeda terjadi ketika tongkat politik keluarga Cendana kemudian berpindah ke tangan Mbak Titiek alias Siti Hediati Soeharto yang berjuang menjadi Caleg DPR RI dari Partai Golkar. Di mana Titiek berjuang mendulang suara? Tak lain tak bukan adalah daerah pemilihan Yogyakarta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com