Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/03/2017, 10:57 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis


KOMPAS.com
–  Ujaran lawas “lepas dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya” seharusnya kembali nge-hits hari-hari ini. Rasanya pepatah itu pas buat menggambarkan nasib orang Indonesia soal urusan kartu identitas, dulu namanya Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang lalu mau dimodernkan jadi e-KTP.

Bayangkan saja, dulu orang rawan dipalak setiap kali mengurus KTP konvensional. Lalu, saat kartu identitas itu mau kekinian pakai chip segala, duit pengadaannya diduga justru jadi bancakan banyak orang, alias dikorupsi rame-rame.

Kalau palakan konvensional dulu paling gocap alias Rp 50-an ribu per “pos administrasi”, eh dugaan korupsinya sekarang malah triliunan rupiah. Kalau dulu dilabeli “seikhlasnya” tapi maksa, yang kekinian tak pakai kula nuwun sudah dipangkas di depan pas pengadaan.

Dugaan aliran dana dalam pengadaan e-KTP pada 2010 sesuai dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibacakan pada Kamis (9/3/2017) untuk terdakwa Irman dan SugihartoKOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI Dugaan aliran dana dalam pengadaan e-KTP pada 2010 sesuai dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibacakan pada Kamis (9/3/2017) untuk terdakwa Irman dan Sugiharto
Bau busuk proyek pengadaan e-KTP sejatinya bukan baru menguar setelah dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terdakwa Irman dan Sugiharto dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Kamis (9/3/2017).

Jauh-jauh hari, proyek ini sudah penuh catatan buram. Bau busuk tercium hampir setiap tahun sejak proyek ini populer pada 2010. Sorotan pun hinggap di setiap tahapan prosesnya, mulai dari perencanaan, uji petik, pendataan dan penomoran penduduk, hingga proses pengadaan peralatannya.

Hasil yang didapat melalui proses penuh bau itu pun sampai kini masih menyisakan banyak persoalan, bahkan untuk hal paling sepele seperti blanko e-KTP. Dana yang hilang urusan identintas warga negara ini bisa jadi jauh lebih besar, bila mengikuti seluruh perjalanannya.
Sejumlah warga mengantre untuk membuat KTP dan kartu keluarga di kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Tigaraksa Tangerang, Senin (31/8/2016). Sebagian besar warga mengurus e-KTP, KK, dan akta kelahiran.KOMPAS.com / ANDREAS LUKAS ALTOBELI Sejumlah warga mengantre untuk membuat KTP dan kartu keluarga di kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Tigaraksa Tangerang, Senin (31/8/2016). Sebagian besar warga mengurus e-KTP, KK, dan akta kelahiran.

Kompas.com menelusuri kembali perjalanan kasus yang bermula dari sebuah cita-cita besar mewujudkan satu nomor identintas tunggal bagi setiap warga negara Indonesia ini. 

Dari penelusuran ini, muncul pula catatan soal dana yang muspro begitu saja karena program berganti untuk urusan yang sama, perkara monopoli—meski melibatkan banyak perusahaan—yang terbukti di pengadilan persaingan usaha, hingga proses berliku kasus yang sekarang bergulir di KPK.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hujan Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi hingga 22 Mei, Kewaspadaan Perlu Ditingkatkan

Hujan Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi hingga 22 Mei, Kewaspadaan Perlu Ditingkatkan

Nasional
Revisi UU MK Disepakati Dibawa ke Paripurna: Ditolak di Era Mahfud, Disetujui di Era Hadi

Revisi UU MK Disepakati Dibawa ke Paripurna: Ditolak di Era Mahfud, Disetujui di Era Hadi

Nasional
BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

Nasional
Sekian Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Sekian Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Pemerintah Disebut Setuju Revisi UU MK Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan

Pemerintah Disebut Setuju Revisi UU MK Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan

Nasional
Hari Ketiga di Sultra, Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro dan Bagikan Bansos Beras

Hari Ketiga di Sultra, Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro dan Bagikan Bansos Beras

Nasional
Ketua Dewas KPK Sebut Laporan Ghufron ke Albertina Mengada-ada

Ketua Dewas KPK Sebut Laporan Ghufron ke Albertina Mengada-ada

Nasional
Revisi UU MK yang Kontroversial, Dibahas Diam-diam padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim

Revisi UU MK yang Kontroversial, Dibahas Diam-diam padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim

Nasional
MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

Nasional
Sidang Putusan Praperadilan Panji Gumilang Digelar Hari Ini

Sidang Putusan Praperadilan Panji Gumilang Digelar Hari Ini

Nasional
Mati Suri Calon Nonpartai di Pilkada: Jadwal Tak Bersahabat, Syaratnya Rumit Pula

Mati Suri Calon Nonpartai di Pilkada: Jadwal Tak Bersahabat, Syaratnya Rumit Pula

Nasional
Anak SYL Minta Uang Rp 111 Juta ke Pejabat Kementan untuk Bayar Aksesori Mobil

Anak SYL Minta Uang Rp 111 Juta ke Pejabat Kementan untuk Bayar Aksesori Mobil

Nasional
PKB Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Bakal Calon Kepala Daerah

PKB Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Bakal Calon Kepala Daerah

Nasional
SYL Mengaku Tak Pernah Dengar Kementan Bayar untuk Dapat Opini WTP BPK

SYL Mengaku Tak Pernah Dengar Kementan Bayar untuk Dapat Opini WTP BPK

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com