Kriteria kualitas pilkada
Menurut UU No 10/2016 tentang pilkada, upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pilkada tidak hanya terpusat pada salah satu stakeholder penyelenggara. Upaya itu tersebar pada beberapa stakeholders pilkada dalam suatu lingkungan kebijakan yang dinamis dan kompleks.
Oleh karenanya, kriteria suatu kualitas pilkada tidak bisa disusun secara sederhana dalam satu deret kriteria yang linear karena menyangkut apa yang disebut oleh para ahli kebijakan publik sebagai lingkungan sosiopolitis kebijakan (Mustopadijaya, 2003).
Seturut dengan hal tersebut, Agus Dwiyanto (2015) memandang kebijakan publik saat ini tidak lahir dan berkembang dalam ruang hampa, tetapi variabel lingkungan kebijakan menjadi faktor penentu apakah suatu kebijakan dapat berjalan dengan baik atau tidak.
Demikian halnya dengan pilkada dalam perspekif ilmu kebijakan publik bukanlah peristiwa politik maupun peristiwa ketatanegaraan dalam level mikro di tingkat daerah, melainkan pula peristiwa kebijakan publik partisipatif yang sangat kental dipengaruhi oleh preferensi lingkungan kebijakan di mana lokus pilkada tersebut diselenggarakan dan preferensi ruang publik di mana pilkada tersebut dibincangkan dan didiskusikan.
Sampai dengan titik ini, maka kita bisa menarik benang merah bahwa kriteria kualitas suatu pilkada pertama ditentukan oleh variabel kualitas produk kebijakannya (UU No 10/2016). Kedua, ditentukan dari variabel lingkungan di mana lokus pilkada diselenggarakan, apakah fundamental sosial politiknya sudah terbangun atau tidak menjelang penyelenggaraan pilkada. Ketiga, dari tata kelola penyelenggaraan pilkada yang baik dan bersih yang dilaksanakan oleh penyelenggara pilkada, dalam hal ini KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota.
Fundamental sosial politik menyangkut terjalinnya komunikasi politik yang baik dan sehat di antara stakeholders pilkada di wilayah tersebut, terinternalisasinya nilai-nilai yang terkandung dalam UU Pilkada, tersedianya bakal calon kepala daerah yang berkualitas dan berintegritas, telah bergulirnya proses sosialisasi dan pendidikan politik terhadap masyarakat akan urgensi pilkada pada saat pratahapan pilkada, serta terciptanya ketahanan masyarakat sebelum masuknya tahapan pilkada melalui sosialisasi nilai-nlai kebangsaan, kebinekaan, kekeluargaan, toleransi, dan gotong royong dalam batin masyarakat luas.
Tentunya membangun nilai-nilai luhur tersebut bukanlah pekerjaan sehari-hari yang mudah. Biasanya akan berjalan secara mekanis dan kering pemaknaan kalau tidak dilaksanakan dengan memperbaharui kembali cara dan proses penyelenggaraan negara di daerah dengan memunculkan berbagai inovasi maupun invensi dalam cara komunikasinya.