Di samping itu, pemerintah dapat mewajibkan para pemilik modal menggunakan sumber daya manusia Indonesia sebagai pekerjanya, dan kemudian membangun SDM Indonesia yang berkualitas agar dapat hidup lebih sejahtera.
Saat ini pemerintah sedang menghadapi adanya ujian berupa ancaman pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja Indonesia yang dilayangkan CEO Freeport McMoran, Richard C Adkerson.
Ancaman dari Freeport muncul karena mereka tidak berkeinginan mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku pasca keluarnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017 yang mengatur tentang izin ekspor bagi Freeport bisa diberikan jika izin kontrak karya (KK) Freeport berubah menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Dengan adanya ancaman PHK atas pekerja Indonesia, terlihat bahwa Freeport sedang berusaha menaikkan posisi tawarnya. Akan tetapi, pemerintah selaku pemilik otoritas politik dan pemegang kekuasaan harus memiliki kekuatan dalam menghadapi ancaman tersebut.
Kepentingan nasional
Dalam kasus dengan PT Freeport, pemerintah memiliki kewajiban melindungi kepentingan nasional. Oleh karenanya, langkah pemerintah yang meminta Freeport untuk mematuhi ketentuan terbaru soal perubahan status menjadi IUPK adalah hal tepat.
Dengan status baru itu, posisi Indonesia lebih diuntungkan sebab besarnya pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam IUPK ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Melalui perubahan tersebut, mau atau tidak mau besarnya pajak yang kelak harus dibayar Freeport dapat berubah ketika ada perubahan peraturan.
Keengganan Freeport untuk mengikuti aturan yang ada dengan kemudian mengancam pemerintah dengan akan melakukan PHK dan menempuh jalur arbitrase menunjukkan tidak adanya itikad baik dari perusahaan asal Amerika tersebut.
Menghadapi ancaman Freeport, pemerintah sebagai pelaksana kekuasaan dari negara yang berdaulat tidak boleh memosisikan dirinya sebagai pihak yang bergantung.