Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yusa Djuyandi
Dosen dan Peneliti

Dosen Ilmu Politik Universitas Padjadjaran dan Peneliti Pada Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi)

Kekuatan Tawar Indonesia terhadap Freeport

Kompas.com - 03/03/2017, 12:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Indonesia adalah negara yang kaya, subur, dan makmur. Kita menyadari betapa melimpahnya kekayaan alam Indonesia yang hampir tersebar luas dari Sabang sampai Merauke.

Kekayaan alam yang melimpah sesungguhnya adalah modal membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih maju, makmur dan sejahtera. Tetapi sayangnya, hingga kini harapan untuk tercapainya kondisi itu masih jauh dari kenyataan. Hingga saat ini, meski dengan kekayaan alam yang begitu melimpah, bangsa Indonesia masih belum bisa keluar dari himpitan zona kemiskinan.

Ada berbagai macam alasan yang sering kita dengar terkait belum maksimalnya pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan bangs. Salah satunya adalah hingga saat ini pengelolaan sumber daya alam sebagian masih dikelola oleh asing.

Ketergantungan pada penguasaan teknologi asing masih menjadi alasan pemerintah dalam mengelola sumber daya alam (SDA) secara mandiri. Untuk mengelola SDA diperlukan teknologi tinggi dan itu dianggap hanya dimiliki oleh negara-negara industri maju.

Memang tidak mudah untuk mengelola SDA sebab perlu teknologi tinggi agar kekayaan itu dapat diolah menjadi barang bermanfaat. Tetapi, apakah kita harus selalu bergantung pada pihak asing?

Sampai saat ini kita masih melihat besarnya ketergantungan pemerintah pada perusahaan asing dalam hal pengelolaan SDA, seperti halnya dalam penambangan tembaga dan emas di Timika yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia.

Pengelolaan oleh pihak asing yang dilakukan secara terus-menerus tentunya membawa kerugian yang sangat besar bagi bangsa ini. Sebab, sangat sedikit dari hasil kekayaan bumi Indonesia yang dapat dinikmati oleh bangsa Indonesia.

Selebihnya dari kekayaan alam yang dieksplorasi dikuasai dan dinikmati oleh pemilik modal asing yang membawa kekayaan alam Indonesia ke negara mereka untuk diolah dan dijual dengan harga yang jauh lebih tinggi.

Melihat kondisi seperti di atas, maka akan sangat sulit bagi kita untuk dapat maju dan berdiri sejajar dengan bangsa lainnya. Terlebih tidak sedikit juga kontrak-kontrak perjanjian pengelolaan SDA yang hanya mewajibkan para pengelola untuk membayar pajak dengan sistem bagi hasil yang tidak seimbang.

Kita pun tidak bisa menutup mata bahwa kekayaan alam kita sebenarnya telah terjual dengan harga yang sangat murah. Apabila kita memperhatikan masalah ini maka tujuan akan terpusat pada pembuat kebijakan di negara ini yang bertanggung jawab atas pemberian kontrak pengelolaan aset kekayaan alam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com