Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penggunaan Pasal Makar Ancam Ekspresi Politik Masyarakat

Kompas.com - 22/02/2017, 21:05 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Amnesty International Papang Hidayat menilai, saat ini ekspresi politik masyarakat yang ditunjukkan secara damai justru berpotensi dianggap sebagai upaya makar terhadap pemerintah.

Ia khawatir hal itu dapat mengancam kebebasan berekspresi di Indonesia. Papang menuturkan, luasnya ketentuan makar dapat membuat pemerintah menggunakan delik tersebut untuk menanggapi kritik dari masyarakat.

"Karena dia terlalu luas, ekspresi yang kesannya anti-pemerintah itu dimakarkan. Itu kan juga bahaya," kata Papang di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu (22/2/2017).

Menurut Papang, delik makar dapat digunakan oleh pemerintah bila terdapat ancaman terhadap negara dengan menggunakan kekerasan.

(Baca: Rentan Kriminalisasi, Pasal Makar Perlu Direvisi)

Sebaliknya, dalam beberapa kasus dugaan makar, pemerintah menggunakan pernyataan ekspresi politik yang dilakukan secara damai sebagai bukti dugaan makar.

"Dalam masyarakat demokrasi yang sehat harusnya pernyataan itu walaupun juga pernyataan yang tidak enak didengar penguasa, atau ada pernyataan intoleran itu tetap harus dibiarkan," ujar Papang.

Papang menyoroti pernyataan tersangka terduga makar dan penghasutan masyarat Sri Bintang Pamungkas yang beredar di media sosial. Pernyataan itu juga dijadikan salah satu alat bukti oleh Polri saat menangkap Sri Bintang.

Papang menilai, meski pernyataan tersebut mengandung intoleransi, namun Sri Bintang tidak dapat dipidanakan.

(Baca: Pasal Makar Dibawa ke MK)

Pernyataan itu, lanjut dia, seharusnya dilawan dengan pernyataan yang menguatkan toleransi.

Papang menuturkan, hal itu didasari Konvensi Internasional Hak-hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh Indonesia.

Dalam pasal 20 ayat 2 disebutkan, "segala tindakan yang menganjurkan kebencian atas dasar Kebangsaan, ras atau agama yang merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau kekerasan harus dilarang oleh hukum".

"Pernyataan dia sangat intoleran terhadap orang China, tapi belum tentu dia menghasut orang lain untuk menyerang atau melakukan diskriminasi terhadap mereka," ucap Papang.

Kompas TV Ahmad Musadeq dan sejumlah pemimpin Gerakan Fajar Nusantara dituntut hukuman 12 tahun penjara. Sementara, terdakwa lain Andri Cahya dituntut 10 tahun penjara. Tuntutan ini diajukan jaksa, dalam sidang lanjutan kasus makar dan penodaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (8/2) kemarin. Atas tuntutan itu, kuasa hukum terdakwa langsung menyatakan keberatan. Sidang berikutnya akan digelar pekan depan dengan agenda pembacaan pleidoi ketiga terdakwa.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Nasional
Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com