Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesaksian Perantara Suap, Patrialis Bolehkan Putusan Uji Materi Difoto

Kompas.com - 17/02/2017, 06:41 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konatitusi (MKMK) menyatakan bahwa hakim konstitusi Patrialis Akbar terbukti melakukan pelanggaran etik berat.

Hal itu disampaikan dalam sidang pengucapan putusan akhir pelanggaran etik Patrialis yang digelar di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (16/2/2017).

Anggota MKMK As'ad Said Ali menyampaikan, dalam pertimbangan hukum dan etika yang menjadi dasar pengambilan keputusan, MKMK menilai ada dua pelanggaran berat yang dilakukan Patrialis.

"Hakim Terduga (Patrialis) terbukti melakukan pertemuan dan atau pembahasan mengenai perkara yang sedang ditangani antara Hakim Terduga dengan pihak yang berkepentingan dengan perkara, baik langsung maupun tidak langsung, di luar persidangan," kata As'ad.

Hal ini sebagaimana diungkapkan Sekretaris Administrasi Umum Patrialis, yakni Prana Patrayoga Adiputra saat diperiksa pada Rabu (1/2/2017).

Menurut keterangan Prana, Kamaluddin merupakan teman dekat Patrialis dan pernah datang ke ruangan Patrialis. Keduanya, juga sering bertemu dan bermain golf bersama.

Begitu pula dengan kesaksian Kamaluddin saat diperiksa pada Kamis (2/2/2017). Kamaluddin menyampaikan, pada 19 Januari 2017 Patrialis pernah menelepon dan menjelaskan perihal perkembangan draf putusan uji materi nomor 129/PUU/XII/2015 terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Patrialis juga meminta Kamaluddin datang dan bertemu di ruang kerja Patrialis. (Baca: Ketua MK Akui Kamaluddin Sering ke Ruangan Patrialis di Gedung MK)

Di ruang kerjanya, Patrialis memperlihatkan draf putusan yang telah ada perubahan terbaru, termasuk pertimbangan hukumnya.

Sedangkan pelanggaran etik berikutnya adalah karena Patrialis membocorkan putusan tersebut.

Padahal, Patrialis sebagai hakim MK tentu menyadari bahwa putusan MK yang belum dibacakan dalam sidang putusan itu merupakan rahasia.

"Hakim Terduga terbukti membocorkan informasi dan draf putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat rahasia," ucap As'ad.

(Baca juga: Di Hadapan MKMK, Patrialis Akui Bocorkan Draf Putusan Uji Materi)

Hal ini sebagaimana kesaksian Kamaluddin yang menyatakan bahwa setelah ditunjukkan putusan uji materi di ruang kerja, Patrialis juga mengizinkan draf putusan tersebut untuk difoto.

Kamaluddin pun memfoto sebanyak dua kali dengan menggunakan smartphone pada bagian pertimbangan hukum dan amar putusan.

Setelah itu, Kamaluddin memberikan foto tersebut kepada Basuki Hariman.

Untuk mendalami kasus pelanggaran etik berat ini, MKMK memeriksa sembilan orang saksi, yakni:

1. Hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna
2. Hakim Konstitusi Manahan MP Sutompul
3. Panitera MK Kasianir Sidauruk
4. Sekretaris Administrasi Patrialis, Prana Patrayoga
5. Panitera Pengganti Perkara Nomor 129, Erry Satria Pamungkas
6. Sekretaris Yustisial Patrialis, Suryo Gilang Romadhon
7. Ajudan Patrialis, AKP Eko Basuki
8. Sopir Patrialis, Slamet
9. Kamaluddin, saksi dari pihak luar MK yang kini ditahan KPK karena diduga menjadi perantara suap.

Patrialis ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (25/1/2017).

Dia diduga menerima suap sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar dari Basuki Hariman dan perantara suap, yakni Kamaluddin.

Dalam penangkapan tersebut, KPK menemukan putusan uji materi nomor 129/PUU/XII/2015 terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Kompas TV Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil ketua dan anggota hakim Mahkamah Konstitusi untuk diperiksa sebagai saksi, terkait kasus yang menjerat Patrialis Akbar. Pemeriksaan para hakim konstitusi dilakukan untuk mengetahui peran dan posisi hakim konstitusi dalam memutus perkara yudicial review. Untuk pemeriksaan Kamis (16/2) pagi, KPK memanggil Ketua MK Arief Hidayat. Selain Ketua MK, dua hakim lain yang ikut memutus perkara judicial review undang-undang nomor 41 tahun 2014, tentang peternakan dan kesehatan hewan. Judicial review ini jadi alasan suap yang menjerat mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com