Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengaktifan Ahok Diprotes, Mendagri Berpikir Positif

Kompas.com - 14/02/2017, 20:36 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tidak mau menganggap protes sejumlah pihak atas pengaktifan kembali Basuki Tjahaja Purnama menjadi Gubernur DKI Jakarta sebagai sesuatu hal yang bermuatan politik.

"Saya mencoba berpikir positif saja," ujar Tjahjo saat ditemui para wartawan di Kompleks Istana Presiden, Selasa (14/2/2017).

Tjahjo menganggap protes itu masukan kepada dirinya. Oleh sebab itu, ia meminta fatwa kepada Mahkamah Agung (MA) bagaimana seharusnya status Basuki berdasarkan undang-undang.

Meski demikian, Tjahjo menegaskan, keputusan mengaktifkan Basuki memiliki dasar yang kuat, yakni Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

(Baca: sulan Hak Angket Status Ahok Dibawa ke Rapat Paripurna)

"Dasar yang saya pegang jelas selama ini, urusan kepala daerah ya kalau yang bermasalah hukum ya pegangannya itu," ujar Tjahjo.

Permintaan fatwa kepada MA, lanjut Tjahjo, hanya sebagai salah satu bentuk bagaimana pemerintah menghargai pendapat lain saja. Ia yakin MA akan berpendapat sama dengan keputusannya mengaktifkan kembali Basuki menjadi Gubernur DKI.

Berdasarkan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah yang menjadi terdakwa harus diberhentikan sementara.

(Baca: Ahok-Djarot Tak Mau Tanggapi Rencana Hak Angket)

Namun, pemberhentian sementara itu berlaku jika ancaman hukuman yang menimpa kepala daerah di atas lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebagian kalangan menilai, berdasarkan pasal tersebut, Ahok harus diberhentikan sementara. Namun, Kemendagri menilai, Ahok tidak bisa diberhentikan sementara karena didiakwa dengan dua pasal alternatif, yaitu Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.

Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sementara itu, Pasal 156a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun. Kemendagri akan terlebih dahulu menunggu tuntutan jaksa, pasal mana yang akan digunakan.

Kompas TV MA berhati-hati dalam mengkaji kasus Ahok karena tidak ingin mencederai indepensi peradilan yang saat ini bergulir
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com