Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/02/2017, 10:20 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Suhu politik Ibu Kota kian memanas menjelang pemungutan suara Pilkada DKI pada 15 Februari 2017.

Tiga pasangan yang bertarung masing-masing didukung oleh nama-nama besar.

Pasangan nomor pemilihan satu, Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni, mendapatkan dukungan penuh Ketua Umum Partai Demokrat yang juga Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat punya Megawati Soekarnoputri di belakangnya.

Sementara itu, pasangan nomor pemilihan tiga, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, tak terlepas dari dukungan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Pada akhir September 2016 lalu, SBY sempat menyebutkan bahwa Pilkada DKI seperti pilpres. 

Saat itu, ia mengundang para petinggi dari tiga partai yang kemudian menjadi mitra koalisi Demokrat mengusung Agus-Sylvi.

"Ini pilpres apa pilgub ya?" tanya SBY.

SBY, Mega, dan Prabowo juga turun langsung dalam kampanye para pasangan jagoannya.  

Bukti bahwa Pilkada DKI tak sekadar kontestasi mencari DKI 1. Pilkada DKI adalah "kunci".

Pilkada DKI jadi "kunci" Pilpres 2019

Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menilai, konstelasi politik di Jakarta saat ini memang tak bisa dilepaskan dari dinamika politik menuju Pilpres 2019.

"Kalau yang dijadikan patokan pernyataan Pak Prabowo ya sangat jelas. Pak Prabowo sudah enggak tedeng aling-aling lagi," ujar Qodari saat dihubungi, Minggu (5/2/2017).

Menurut dia, keterlibatan SBY pada 10 hari menjelang pemungutan suara juga memiliki motif politik yang kuat untuk Pilpres 2019.

Agus yang merupakan putra sulung SBY dianggap Qodari punya peluang besar maju pada Pilpres 2019 jika mampu memimpin DKI Jakarta.

"Karena berkaca kepada Pak Jokowi, dia menjadi gubernur di DKI dan itu menjadi pintu untuk maju di pilpres," ujar Qodari.

Sementara itu, lanjut Qodari, Megawati jelas memiliki kepentingan di DKI. Setelah sukses memopulerkan Jokowi di Jakarta, PDI-P dinilai bakal melakukan hal yang sama untuk  memopulerkan calon yang diusung untuk kembali dibawa ke kontestasi politik level nasional.

Menurut Qodari, turunnya sejumlah tokoh politik nasional pada kampanye Pilkada DKI merupakan fenomena yang wajar.

"Kalau tokoh nasional turun, wajar. Mereka ingin menangkan partai. Ini bicara gengsi. DKI ini memang strategis. Fokus media luar biasa. Kalau menang di sini prestise, kalau kalah beban," tutur Qodari.

Ia mengatakan, bagi Agus, kemenangan di Pilkada DKI seakan menjadi keharusan jika ingin maju pada Pilpres 2019.

Sementara itu, bagi pasangan Ahok-Djarot dan Anies–Sandi, Qodari berpandangan, keduanya lebih berfungsi sebagai penjaga gengsi bagi PDI-P dan Gerindra.

Jika keduanya kalah, PDI-P dan Gerindra pada Pilpres 2019 diprediksi tetap akan mengusung Jokowi dan Prabowo.

"Anies kalah pun enggak ada kendala Prabowo maju pada 2019, tetapi mungkin lebih ke psikologis," kata Qodari.

"Kalau bisa menang di Jakarta, Prabowo punya prestise, seolah punya tangan dingin dengan memimpin partainya memenangkan Pilgub DKI. Sama dengan Megawati," kata dia.

Ia memprediksi, ke depannya, calon presiden potensial tak lagi datang dari mantan menteri atau ketua umum partai politik, melainkan dari mantan kepala daerah, khususnya gubernur, terutama gubernur DKI.

Menurut dia, hal ini merupakan fenomena positif. Sebab, masyarakat memiliki ukuran yang lebih obyektif dan terukur dalam memilih presiden.

"Memang skala kecil kepemimpinan sebelum presiden itu ya gubernur karena dia mengurus segala persoalan daerah dari mulai ujung rambut sampai ujung dalam buminya," ujar Qodari.

Namun, ia mengingatkan agar para kandidat tetap mengutamakan kualitas kerja dibandingkan pencitraan.

Masyarakat saat ini juga rasional dalam menilai calon presiden yang akan dipilih.

Qodari pun mengatakan, tak menutup kemungkinan, selain DKI Jakarta, sejumlah provinsi berpenduduk banyak, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, juga memiliki potensi untuk melahirkan seorang calon presiden.

"Jadi, ke depannya, untuk menjadi seorang presiden, ukurannya semakin jelas, yakni kinerja dalam memimpin suatu pemerintahan daerah. Ini merupakan efek dari pilkada langsung," ujar Qodari.

"Masyarakat bisa menilai langsung ukuran kinerja seorang kepala daerah, termasuk menilai kelayakannya untuk maju menjadi capres," kata dia.

Kompas TV Membaca Perilaku Pasangan Calon Pemimpin Jakarta


 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com