JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan menilai pemberantasan peredaran narkoba dari dalam lembaga pemasyarakatan memang bukan hal mudah.
Hal itu diungkapkan Trimedya menyusul informasi dari Badan Narkotika Nasional (BNN) bahwa terdapat bisnis narkoba yang dijalankan dari 39 lapas di Indonesia.
Trimedya menuturkan, salah satu permasalahannya adalah dari aparat lapas dan rutan yang masih longgar dalam melakukan pengawasan.
"Memang perlu tindakan yang tegas terhadap aparatur. Mereka bisa bebas kan karena aparatur," kata Trimedya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (3/2/2017).
"Punishment (hukuman) petugas-petugas di lembaga pemasyarakatan kalau tidak dilakukan secara efektif ya akan tetap merajalela," ujarnya.
Seringkali, kata dia, narapidana memberi uang pelicin kepada para pegawai lapas untuk bisa bebas "berkegiatan".
"Kepala Lapas banyak yang main golf. Dari mana dia? Kami sering dengar stiknya dari narapidana juga, member (keanggotaan) golfnya dibiayai narapidana juga," tutur Politisi PDI Perjuangan itu.
Salah satu sebab mengapa para penjaga lapas kerap mudah diberi uang pelicin oleh para narapidana adalah karena minimnya insentif bagi mereka.
Kementerian Hukum dan HAM mendapatkan tambahan anggaran sebesar Rp 1,3 triliun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk pembangunan lapas atau rutan.
Hal ini dilakukan untuk mengatasi permasalahan over capacity atau kelebihan muatan lapas. Sehingga, narapidana dari beberapa lapas yang kelebihan muatan akan dipindahkan ke lapas baru.
Terkait hal tersebut, Trimedya menilai fokus Kemenkumham seharusnya tak hanya pada pembangunan fisik namun pada sisi pengawasan lapas dan rutan serta kesejahteraan pegawai lapas.
"Pemindahan (narapidana) itu kelihatannya bagus tapi bukan solusi. Karena pindah pun ke lapas mana, kalau prilaku pegawai lapasnya sama, enggak menyelesaikan persoalan," ucap Trimedya.
Pihaknya mengusulkan penambahan anggaran di Kementerian Hukum dan HAM untuk penambahan gaji atau honor pegawai lapas.
Ke depan, Komisi III juga berencana mengajak pemerintah, terutama Menkumham, untuk membedah persoalan di lapas dan rutan.
"Soal gaji atau honor pegawai-pegawai lapas, kalau mereka rendah sekali (gaji atau honor) kan itu salah satu pintu. Jadi Pak Laoly memang harus serius," tuturnya.
Masih marak
Meski hukuman mati telah diterapkan pemerintah, peredaran narkoba tetap marak terjadi.
Dikutip dari harian Kompas, Kepala BNN Komisaris Jenderal Budi Waseso mengatakan, pihaknya menemukan 72 jaringan narkoba internasional yang bergerak di Indonesia dan memanfaatkan para napi di 22 lapas.
"Kami dapat membuktikan keterlibatan 22 LP itu dengan bukti akurat," kata Budi Waseso, Kamis (2/2/2017).
Belakangan, data menunjukkan lapas yang terindikasi jadi tempat transaksi narkoba bertambah menjadi 39.
(Baca: Menkumham Minta BNN Serahkan Data Bandar Narkoba di 39 LP)
Deputi Pemberantasan Narkoba BNN, Inspektur Jenderal Arman Depari mengungkapkan, hampir seluruh Lapas di Indonesia terindikasi sebagai tempat transaksi narkoba.
"Praktik bisnis gelap narkoba dari balik penjara banyak terjadi di LP di kota-kota besar, yaitu LP Cipinang dan LP Wanita Pondok Bambu di Jakarta, LP Kerobokan di Bali, LP Medaeng di Surabaya, dan LP Pemuda Tangerang," kata Arman.
Dia menambahkan, BNN dan Polri tak punya kewenangan mandiri membersihkan praktik ini di Lapas.
(Baca: Soal Peredaran Narkoba dari Dalam Lapas, Yasonna Nilai Memalukan)