JAKARTA, KOMPAS.com - Peredaran narkoba tetap marak meski hukuman mati telah diterapkan oleh pemerintah. Peredaran narkoba di Indonesia bahkan disinyalir dikendalikan dari 39 lembaga pemasyarakatan.
Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, maraknya peredaran narkoba menunjukkan hukuman mati bukanlah jawaban dari upaya meredam peredaran narkoba.
"Karena selama ini meski hukuman mati terus dilakukan tetapi peredaran narkoba dari lapas terus berlangsung," kata Al Araf melayani pesan singkat, Jumat (3/2/2017).
Menurut Al Araf, Kementerian Hukum dan HAM harus membenahi penyebab peredaran narkoba di lapas. Di antaranya, terkait kuatnya dugaan korupsi antara petugas dengan narapidana.
Al Araf menilai, peredaran narkoba di lapas hampir tidak mungkin terjadi tanpa adanya peran serta petugas lapas.
"Semua yang ada di lapas kan di bawah kontrol dan kendali lapas. Sehingga kalau yang mengontrol dan mengawasinya dengan baik pasti sulit untuk mereka melakukan peredaran atau menjadi bandar," ujar Al Araf.
Dikutip dari harian Kompas, Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Budi Waseso mengatakan, pihaknya menemukan 72 jaringan narkoba internasional yang bergerak di Indonesia dan memanfaatkan para napi di 22 LP.
"Kami dapat membuktikan keterlibatan 22 LP itu dengan bukti akurat," kata Budi Waseso, Kamis (2/2/2017).
Belakangan, data menunjukkan LP yang terindikasi jadi tempat transaksi narkoba bertambah menjadi 39. (Baca: Bisnis Narkoba di Indonesia Dikendalikan dari 39 LP)
Deputi Pemberantasan Narkoba BNN, Inspektur Jenderal Arman Depari mengungkapkan, hampir seluruh LP di Indonesia terindikasi sebagai tempat transaksi narkoba.
"Praktik bisnis gelap narkoba dari balik penjara banyak terjadi di LP di kota-kota besar, yaitu LP Cipinang dan LP Wanita Pondok Bambu di Jakarta, LP Kerobokan di Bali, LP Medaeng di Surabaya, dan LP Pemuda Tangerang," kata Arman.
Dia menambahkan, BNN dan Polri tak punya kewenangan mandiri membersihkan praktik ini di LP.