JAKARTA, KOMPAS.com — Bareskrim Polri mengendus adanya dugaan korupsi di lingkungan Provinsi DKI Jakarta. Saat ini, polisi tengah mengusut dua dugaan korupsi di tingkat penyelidikan.
Peristiwa dugaan korupsi itu terbilang bukan hal anyar. Diduga ada penyelewengan anggaran dalam pembangunan Masjid Al Fauz di kantor Wali Kota Jakarta Pusat, yang dibangun sekitar 2011-2012.
Kasus lainnya yakni dugaan korupsi dana bantuan sosial Pemprov DKI Jakarta untuk Kwarda Pramuka Jakarta tahun 2014 dan 2015.
Kini dua dugaan korupsi yang melibatkan Sylviana Murni itu dilaporkan dan diselidiki pada waktu yang hampir berbarengan.
Dua kasus ini seolah tak mau kalah dengan panasnya momentum pilkada serentak pada Februari 2017 mendatang. Kasus ini pun dianggap kontroversial karena Sylviana Murni merupakan calon wakil gubernur yang mendampingi Agus Harimurti Yudhoyono.
Dugaan korupsi pembangunan masjid
Masjid ini pertama kali dibangun pada 2010 di kantor Wali Kota Jakarta Pusat. Saat itu, birokrat yang menjabat adalah Sylviana Murni.
Masjid berlantai dua itu dibangun dengan menggunakan dana anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) 2010 sebesar Rp 27 miliar. Pada 2011 ada tambahan anggaran sebesar Rp 5,6 miliar.
Akhirnya masjid itu selesai dibangun dan diresmikan oleh Fauzi Bowo yang saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 30 Januari 2011.
Saat itu, kursi Wali Kota Jakarta Pusat telah bergulir ke Saefullah yang kini merupakan Sekretaris Daerah DKI Jakarta.
Dalam penyelidikan ini, Saefullah telah dimintai keterangan oleh polisi. (Baca: Saefullah Blakblakan soal Pembangunan Masjid Al Fauz yang Dianggarkan Sylviana)
Belakangan, diketahui bahwa audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai ada kelebihan anggaran sebesar Rp 108 juta dari pembangunan Masjid Al Fauz tahun 2011.
Pemkot Jakarta Pusat disebut sudah mengembalikan kelebihan anggaran tersebut ke kas daerah. Penyelidik menemukan indikasi awal adanya penyimpangan dalam pembangunan masjid tersebut.
Kepala Bareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto mengatakan, diduga ada kerugian negara akibat ketidaksesuaian spesifikasi saat kontrak dan saat sudah dibangun.
(Baca: Kabareskrim: Spesifikasi Masjid Al Fauz Berbeda dengan Kontrak)
Setelah bangunan itu jadi, spesifikasinya ternyata diturunkan dari kesepakatan. Selain itu, ada dugaan proyek ini tak dikerjakan secara satu kesatuan.
"Pada umumnya pekerjaan itu dikerjakan satu paket, tapi dibagi-bagi dalam finishing," kata Ari di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (19/1/2017).
Petugas sempat beberapa kali mendatangi Masjid Al Fauz untuk melakukan cek fisik. Bahkan salah satu tiang masjid dibongkar untuk melihat konstruksinya.
Sylvi kemudian dikonfirmasi soal pernyataan Saefullah yang menyebut bahwa penandatanganan kontrak pembangunan Masjid Al Fauz dengan kontraktor dilakukan oleh Pelaksana Harian (Plh) Wali Kota Jakarta Pusat Rospen Sitindjak.
Saat itu, Sylvi tengah mengikuti pelatihan selama sembilan bulan di Lemhannas.
"Ya, kamu sudah tahu berarti," kata Sylviana.
Dugaan korupsi dana bansos
Penyelidikan ini diketahui setelah beredarnya surat undangan permintaan keterangan terhadap Sylvi.
Penyelidik akan meminta keterangan Sylvi pada (20/1/2017) ini terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan dana bansos untuk Kwarda Pramuka DKI Jakarta tahun 2014 dan 2015.
Diketahui, Sylvi merupakan Ketua Kwarda DKI Jakarta periode 2013-2018 yang dilantik pada Februari 2014.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, penyelidik butuh keterangan dari Sylvi karena diduga memiliki informasi berkaitan dengan pengelolaan dana tersebut. Undangan tersebut dilayangkan dalam bentuk surat bernomor B/Pk-86/2017/Tipidkor.
Penyelidikan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor Sprin.lidik/04/I/2017/Tipidkor tanggal 6 Januari 2017 sesuai Laporan Informasi Nomor: LI/46/XI/2016/Tipidkor tanggal 24 November 2016.
(Baca: Jumat, Sylviana Diminta Keterangan Polisi soal Pengelolaan Dana Bansos)
Dianggap politis
Sejumlah pihak menganggap munculnya kasus ini berlatar belakang politis. Bahkan, pasangan Sylviana dalam pilkada serentak DKI Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono, berpandangan demikian.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul membantah anggapan tersebut. Menurut dia, laporan masyarakat bisa ditindaklanjuti polisi jika memuat bukti saat pelaporan.
"Bagi masyarakat yang melapor tentu kami terima. Ada yang bisa ditindaklanjuti, ya akan kami ditindaklanjuti. Kalau tidak, ya tidak," kata Martinus di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (19/1/2017).
Martinus mengatakan, ada anggaran sebesar Rp 6,8 miliar dari bantuan sosial Pemprov DKI Jakarta, masing-masing untuk tahun 2014 dan 2015. Kemudian, ada laporan dugaan penyelewengan pengelolaan dana bansos tersebut.
"Patut diduga ada dana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan atau tindak pidana korupsi," kata Martinus.
(Baca: Dugaan Korupsi Dana Bansos, Ini Alasan Polri Minta Keterangan Sylviana)
Saat ditanya perihal penyelidikan tersebut, calon wakil gubernur DKI Jakarta nomor pemilihan satu itu menilai, pengelolaan dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Kwarda Pramuka DKI Jakarta tahun anggaran 2014 dan 2015 seharusnya tidak dipermasalahkan.
Sylviana khawatir hal itu bisa berdampak pada para pengurus Kwarda Pramuka DKI Jakarta.
"Jangan diperbesar. Kasihan teman-teman Pramuka yang sudah bekerja dengan ikhlas," kata Sylvi.
Mengenai pemanggilannya ke Bareskrim Polri, Sylvi berjanji akan menaati peraturan dengan kooperatif memenuhi panggilan polisi.
"Insya Allah sebagai warga negara yang baik pasti mengerti betul apa urusan hukum. Saya siap ikuti aturan dan saya sangat kooperatif soal itu," kata Sylvi.
(Baca: Akan Dipanggil Polisi dalam Kasus Bansos, Apa Tanggapan Sylviana Murni?)