Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Sebut Suap Rolls-Royce Korupsi Lintas Negara

Kompas.com - 19/01/2017, 17:16 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengatakan, kasus suap yang menyeret mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar merupakan korupsi lintas negara.

Menurut Laode, banyak pejabat di negara lain yang terseret suap Rolls-Royce.

"Seperti Malaysia, Thailand, Ghana, dan Rusia," kata Laode saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (19/1/2017).

Laode mengungkapkan, lembaga antikorupsi Inggris atau Serious Fraud Office (SFO) tengah menyelidiki dugaan suap Rolls-Royce dan mencari tersangka lain. Dalam kasus suap ini, Rolls-Royce sudah divonis denda.

(Baca: Emirsyah Satar Terima Suap Terkait Pengadaan Mesin Rolls-Royce)

Di Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) atau lembaga antikorupsi negara tersebut pun menyelidiki kasus yang sama.

Menurut Laode, kasus ini merupakan perkara lintas yurisdiksi ketiga yang ditangani KPK.

Sebelumnya, KPK menangani kasus Innospec dan Alstom Power. Sama seperti kasus suap Emirsyah Satar, untuk dua kasus itu, KPK juga berkoordinasi dengan lembaga antikorupsi di sejumlah negara.

Laode memastikan kasus Emirsyah Satar bersifat individual, tak ada kaitan dengan Garuda Indonesia, sebagai korporasi.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, penyidik KPK menduga ada tawaran dari Rolls-Royce kepada Emir agar membeli mesin dari perusahaan asal Inggris tersebut.

"Marketing menawarkan sesuatu dan pengambilan keputusannya mengarah kepada yang memberikan sesuatu itu," kata Agus.

Menurut Laode, Garuda Indonesia membeli 50 pesawat dalam kurun waktu sembilan tahun sejak 2005 hingga 2014 dari produsen pesawat asal Perancis, Airbus. Pihak Garuda diperbolehkan untuk memilih mesin.

Laode mengingatkan bahwa otoritas penegak hukum berbeda yurisdiksi dapat bekerja sama saling membantu mengungkap praktik korupsi lintas negara. KPK, kata dia, memiliki mata dan telinga yang tersebar di banyak negara. 

"Modus operandi yang dilakukan koruptor selama ini menggunakan yurisdiksi lintas negara untuk melakukan transaksi, menyembunyikan hasil kejahatan, dan sebagai tempat persembunyian yang aman dari penegak hukum. Saat ini hal tersebut telah menjadi perhatian KPK," ujar Laode. 

(Baca: Emirsyah Satar Terima Suap Lebih dari Rp 20 Miliar)

Emirsyah Satar diduga menerima suap dari seseorang berinisial SS, yang berperan sebagai perantara suap, sebesar 1,2 juta euro dan 18.000 dollar AS atau setara Rp 20 miliar. Selain itu, Emir juga menerima barang senilai 2 juta dollar AS.

Emirsyah Satar dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

Sementara itu, SS dipersangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atas Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com