JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah diminta mengambil langkah antisipasi konkret untuk memberantas kasus kejahatan seksual terhadap anak-anak.
Hal ini disampaikan Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, menanggapi maraknya kasus kejahatan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh pelaku berjumlah lebih dari satu orang.
Menurut Arist, kekerasan seksual yang dilakukan secara bersama-sama atau genk rape berpotensi meningkat pada 2017.
"Tahun lalu kami sudah wanti-wanti bahwa diprediksi 2017 terjadi peningkatan kekerasan anak secara bergerombol," ujar Arist saat dihubungi Selasa, (17/1/2017).
"Tahun 2017, baru dua minggu memasuki bulan Januari, di Komnas PA ada pengaduan masuk sebanyak empat kasus yang dilaporkan secara langsung," kata dia.
Adapun empat laporan kekerasan seksual yang masuk ke Komnas PA, yakni pada 2 Januari terjadi kekerasan seksual di Kabupaten Samosir.
Arist menjelaskan, di sana ada dua anak yang merupakan kakak beradik yang diperkosa oleh tetangga dekatnya. Pelaku berjumlah tujuh orang.
Kemudian pada 7 Januari, di Pematang Siantar ada seorang siswi SMP yang diperkosa secara bergiliran oleh delapan pelaku.
"Kejadian itu diawali dengan mengkonsumsi narkotika," kata Arist.
Selain itu, pada 10 Januari, kata Arist, juga terjadi genk rape di Kabupaten Deli Serdang. Korbannya merupakan siswi kelas 6 SD. Ia diperkosa oleh 10 orang karena dendam.
Pada tanggal yang sama juga terjadi di Sorong. K, bocah usia enam tahun yang diperkosa dan dibunuh oleh tiga orang. Dia ditemukan di sebuah sungai berlumpur di kawasan kilometer 8 Kota Sorong, Papua Barat, Selasa (10/1/2017) lalu.
"Ini menandakan Indonesia masuk kategori darurat kejahatan seksual bergerombol, atau genk rape," kata Arist.
Menurut Arist, kasus terhadap K di Sorong menjadi momentum bagi pemerintah untuk memberikan contoh kepada masyarakat bahwa ada hukuman berat yang akan dikenakan bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Jika pelakunya terbukti termasuk kategori dewasa, maka pemberian hukuman tambahan berupa pengebirian bisa saja dilakukan.
"Ya ini sangat momentum sekali dalam penegakan hukumnya. Berdasar undang-undang itu semestinya para predator seksual itu bisa dihukum sesuai undang-undang," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise mengatakan akan terus mendorong dilakukannya sosialisasi pencegahan kekerasan seksual terhadap anak.
(Baca juga: Cegah Perkosaan Terhadap Anak Berulang, Ini yang Dilakukan Pemerintah)
Dalam sosialisasi itu, kata Yohana, masyarakat akan diajak untuk berpartisipasi aktif menjaga keamananan dan menciptakan kenyamanan di daerahnya masing-masing.
Sosialisasi ini, kata Yohana, dilakukan melalui satuan petugas (satgas) pemberdayaan perempuan di setiap daerah. Jangkauan sosialisasi hingga ke daerah terpencil.
"Itu kan perlindungan anak terpadu kami sudah bentuk di semua provinsi, bagaimana masyarakat mau dengan aparat desa, tokoh agama, untuk meningkatkan tanggung jawab, sampai menjangkau daerah terpencil," ujar Yohana di kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Jakarta Pusat, Senin (16/1/2017).
Selain itu, Yohana berharap, bantuan media agar sosialisasi dapat lebih efektif.
Dalam sosialisasi itu juga disampaikan mengenai hukuman berat bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.