Selama ini, penegakan hukum dinilainya lemah.
Sementara, penyelesaian pasca-konflik, pemerintah bisa memaksimalkan mekanisme musyawarah yang sudah berjalan melalui Forum Komunikasi Pimpinan Daerah dan Forum Komunikasi antar Umat Beragama.
"Kalau konflik horizontal kan sudah ada mekanisme hukumnya. Tidak perlu dibuat mekanisme baru. ada mekanisme juga di masyarakat, misal musyawarah. Pemerintah tinggal menumbuhkan itu. Memanfaatkan dengan lebih maksimal," ujar dia.
Mandat yang jelas
Roichatul mengatakan, jika tujuan pembentukan Dewan Kerukunan Nasional untuk menggantikan peran Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu, maka Presiden harus memberikan mandat yang jelas.
Menurut dia, mandat tersebut harus berbentuk Peraturan Presiden sehingga bersifat independen dan kredibel.
"Jika maksudnya untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat sebagai pengganti KKR maka dewan ini harus ada kejelasan mandat, kejelasan dasar pembentukan, tujuan dan kejelasan keanggotaan. Dewan ini harus independen, kredibel dan memiliki mandat yang cukup," ujarnya.
Pembentukan badan ad hoc di bawah koordinasi Presiden memang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015- 2019.
Jika merujuk pada RPJMN maka Dewan Kerukunan Nasional harus memiliki mandat yang menyeluruh.
Mandat itu antara lain soal pengungkapan kebenaran, pengakuan dari pemerintah dan pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM masa lalu.
"Itu dimensi atau elemen dari mandat yang harus dimiliki oleh Dewan Kerukunan Nasional," ujar Roichatul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.