Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerancuan Seputar Pembentukan Dewan Kerukunan Nasional

Kompas.com - 11/01/2017, 07:09 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA KOMPAS.com - Rencana Pemerintah membentuk Dewan Kerukunan Nasional menuai kritik dari sejumlah kalangan.

Pembentukan dewan ini dinilai menimbulkan kerancuan.

Direktur Eksekutif Human Rights Group (HRWG) Muhammad Hafiz mengatakan, tujuan pembentukan Dewan Kerukunan Nasional masih belum jelas.

Kerancuan itu antara lain, apakah dewan ini bertujuan untuk membangun perdamaian, toleransi, kebhinnekaan, atau untuk mengatasi kasus-kasus pelanggaran HAM.

Hal ini, menurut dia, berbahaya karena menggabungkan berbagai permasalahan tanpa membedakan lebih jelas akar dan pokok permasalahan dari suatu peristiwa.

"Dewan Kerukunan Nasional berpotensi mencampuradukkan masalah dan tidak jelas arah penyelesaiannya seperti apa," ujar Hafiz, melalui keterangan tertulis, Selasa (10/1/2017).

Kerancuan lain yakni terkait kewenangan Dewan Kerukunan dalam penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.

(Baca: Pemerintah Akan Bentuk Dewan Kerukunan Nasional)

Dewan Kerukunan Nasional disebut sebagai pengganti Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang sebelumnya sudah dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Pembentukan Dewan Kerukunan Nasional disepakati saat rapat paripurna kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Rabu (4/1/2016).

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, Dewan Kerukunan Nasional akan menjadi penengah bagi konflik yang terjadi antarmasyarakat.

Menurut dia, bangsa Indonesia sebetulnya selalu mengedepankan musyawarah tiap ada masalah.

Lembaga-lembaga adat di Indonesia hingga kini pun selalu bermusyawarah.

Namun, karena Indonesia mengadopsi undang-undang dari Eropa, maka berbagai kasus yang ada di masyarakat selalu dibawa ke proses peradilan.

Wiranto mengeluhkan, kecenderungan setiap kasus yang terjadi di masyarakat, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia selalu masuk untuk menyelidiki.

Akibatnya, kasus itu dibawa ke proses pengadilan.

Selain itu, ia mengatakan, Dewan Kerukunan Nasional adalah upaya untuk menggantikan peran Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

(Baca: Komnas HAM Berharap Mandat Dewan Kerukunan Nasional Diperjelas)

"Kita hidupkan satu falsafah bangsa kita sendiri menyelesaikan satu perkara dengan musyawarah mufakat," ujar Wiranto usai rapat kabinet.

Hambat reformasi hukum

Hafiz juga berpendapat bahwa pembentukan Dewan Kerukunan Nasional berpotensi menghambat kebijakan reformasi bidang hukum yang menjadi prioritas Presiden Joko Widodo.

Menurut Hafiz, konsep Dewan Kerukunan yang dimaksud pemerintah seakan ingin menyampingkan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi.

"Hal itu berbahaya untuk pembangunan hukum di Indonesia. Padahal dalam sistem negara yang demokratis penegakan hukum adalah suatu hal yang niscaya," ujar Hafiz.

Ia berpendapat, penyelesaian konflik horizontal dengan cara musyarawah harus pula diikuti dengan penegakan hukum sebagai landasan utama.

UUD 1945 sangat tegas menyebutkan bahwa Indonesia dibangun berdasarkan hukum, bukan kekuasaan.

Secara terpisah, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Roichatul Aswidah berpendapat, belum ada urgensi terkait pembentukan Dewan Kerukunan Nasional untuk menangani konflik horizontal di masyarakat.

Menurut Roichatul, sudah ada mekanisme hukum yang komprehensif untuk menyelesaikan konflik horizontal.

Mekanisme hukum secara jelas tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sedangkan untuk mekanisme non-yudisial, melalui Undang-Undang No. 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.

"Kekerasan atau konflik sosial itu kan bisa diproses melalui mekanisme hukum pidana. Aparat penegak hukum kan sebenarnya bisa menangani itu. Lagipula sudak ada penanganan konflik dalam UU PKS," ujar Roichatul, saat dihubungi, Selasa (10/1/2017).

Ia mengatakan, pemerintah seharusnya mendorong upaya penegakan hukum dalam menangani masalah konflik horizontal.

Selama ini, penegakan hukum dinilainya lemah.

Sementara, penyelesaian pasca-konflik, pemerintah bisa memaksimalkan mekanisme musyawarah yang sudah berjalan melalui Forum Komunikasi Pimpinan Daerah dan Forum Komunikasi antar Umat Beragama.

"Kalau konflik horizontal kan sudah ada mekanisme hukumnya. Tidak perlu dibuat mekanisme baru. ada mekanisme juga di masyarakat, misal musyawarah. Pemerintah tinggal menumbuhkan itu. Memanfaatkan dengan lebih maksimal," ujar dia.

Mandat yang jelas

Roichatul mengatakan, jika tujuan pembentukan Dewan Kerukunan Nasional untuk menggantikan peran Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu, maka Presiden harus memberikan mandat yang jelas.

Menurut dia, mandat tersebut harus berbentuk Peraturan Presiden sehingga bersifat independen dan kredibel.

"Jika maksudnya untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat sebagai pengganti KKR maka dewan ini harus ada kejelasan mandat, kejelasan dasar pembentukan, tujuan dan kejelasan keanggotaan. Dewan ini harus independen, kredibel dan memiliki mandat yang cukup," ujarnya.

Pembentukan badan ad hoc di bawah koordinasi Presiden memang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015- 2019.

Jika merujuk pada RPJMN maka Dewan Kerukunan Nasional harus memiliki mandat yang menyeluruh.

Mandat itu antara lain soal pengungkapan kebenaran, pengakuan dari pemerintah dan pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM masa lalu.

"Itu dimensi atau elemen dari mandat yang harus dimiliki oleh Dewan Kerukunan Nasional," ujar Roichatul.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com