Akibatnya, kasus itu dibawa ke proses pengadilan.
Selain itu, ia mengatakan, Dewan Kerukunan Nasional adalah upaya untuk menggantikan peran Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
(Baca: Komnas HAM Berharap Mandat Dewan Kerukunan Nasional Diperjelas)
"Kita hidupkan satu falsafah bangsa kita sendiri menyelesaikan satu perkara dengan musyawarah mufakat," ujar Wiranto usai rapat kabinet.
Hambat reformasi hukum
Hafiz juga berpendapat bahwa pembentukan Dewan Kerukunan Nasional berpotensi menghambat kebijakan reformasi bidang hukum yang menjadi prioritas Presiden Joko Widodo.
Menurut Hafiz, konsep Dewan Kerukunan yang dimaksud pemerintah seakan ingin menyampingkan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi.
"Hal itu berbahaya untuk pembangunan hukum di Indonesia. Padahal dalam sistem negara yang demokratis penegakan hukum adalah suatu hal yang niscaya," ujar Hafiz.
Ia berpendapat, penyelesaian konflik horizontal dengan cara musyarawah harus pula diikuti dengan penegakan hukum sebagai landasan utama.
UUD 1945 sangat tegas menyebutkan bahwa Indonesia dibangun berdasarkan hukum, bukan kekuasaan.
Secara terpisah, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Roichatul Aswidah berpendapat, belum ada urgensi terkait pembentukan Dewan Kerukunan Nasional untuk menangani konflik horizontal di masyarakat.
Menurut Roichatul, sudah ada mekanisme hukum yang komprehensif untuk menyelesaikan konflik horizontal.
Mekanisme hukum secara jelas tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sedangkan untuk mekanisme non-yudisial, melalui Undang-Undang No. 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
"Kekerasan atau konflik sosial itu kan bisa diproses melalui mekanisme hukum pidana. Aparat penegak hukum kan sebenarnya bisa menangani itu. Lagipula sudak ada penanganan konflik dalam UU PKS," ujar Roichatul, saat dihubungi, Selasa (10/1/2017).
Ia mengatakan, pemerintah seharusnya mendorong upaya penegakan hukum dalam menangani masalah konflik horizontal.