JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Roichatul Aswidah angkat bicara terkait rencana pembentukan Dewan Kerukunan Nasional oleh pemerintah.
Salah satu tujuan pembentukan Dewan Kerukunan Nasional adalah untuk menggantikan peran Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Menurut Roichatul, Dewan Kerukunan Nasional harus memiliki mandat, keanggotaan, dasar pembentukan dan tujuan yang jelas.
Mandat tersebut harus berbentuk Peraturan Presiden sehingga bersifat independen dan kredibel.
"Jika maksudnya untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat sebagai pengganti KKR maka dewan ini harus ada kejelasan mandat, kejelasan dasar pembentukan, tujuan dan kejelasan keanggotaan," ujar Roichatul saat dihubungi, Selasa (10/1/2017).
"Dewan ini harus independen, kredibel dan memiliki mandat yang cukup," kata dia.
Roichatul menjelaskan, pembentukan badan ad hoc di bawah koordinasi Presiden memang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015- 2019.
Jika merujuk pada RPJMN, menurut Roichatul, maka Dewan Kerukunan Nasional harus memiliki mandat yang menyeluruh.
Mandat itu antara lain soal pengungkapan kebenaran, pengakuan dari pemerintah dan pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM masa lalu.
"Itu dimensi atau elemen dari mandat yang harus dimiliki oleh Dewan Kerukunan Nasional," ucapnya.
Pembentukan Dewan Kerukunan Nasional disepakati saat rapat paripurna kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Rabu (4/1/2016).
(Baca: Pemerintah Akan Bentuk Dewan Kerukunan Nasional)
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, Dewan Kerukunan Nasional ini nantinya akan menjadi penengah bagi konflik yang terjadi antarmasyarakat.
Wiranto mengeluhkan, saat ini setiap ada kasus yang terjadi di masyarakat, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia selalu masuk untuk menyelidiki. Akibatnya, kasus itu dibawa ke proses pengadilan.
Selain itu dia juga mengakui bahwa Dewan Kerukunan Nasional ini adalah upaya untuk menggantikan peran Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Kita hidupkan satu falsafah bangsa kita sendiri menyelesaikan satu perkara dengan musyawarah mufakat," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.