JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Siber Nasional ditargetkan akan terbentuk sebelum akhir Januari 2017.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, ada urgensi pembentukan badan ini.
Ia menyebutkan, salah satu alasannya, Indonesia telah menjadi salah satu negara yang mengalami serangan siber yang cukup besar.
Penyebabnya, banyaknya pengguna internet yaitu mencapai 139 juta orang.
"Cyber attack di Indonesia sangat besar. Negara lain juga begitu, tapi Indonesia termasuk negara yang mendapat serangan yang besar karena pengguna internetnya banyak sekitar 139 juta. Karena itu kita butuh satu badan yang memproteksi kegiatan siber nasional," ujar Wiranto, di Kantor Kemenko Polhukam, Kamis (5/1/2017).
Badan Siber Nasional akan memproteksi arus lalu lintas siber terutama di bidang e-commerce, perbankan, dan menyangkut persoalan jasa keuangan.
Selama ini, belum ada satu badan yang melindungi kegiatan di ketiga bidang tersebut.
Wiranto menjelaskan, serangan yang ditujukan terhadap dunia perbankan sangat massif.
(Baca: Wiranto: Badan Siber Nasional Akan Lindungi Sektor Perbankan)
Kerugian yang ditimbulkan tidak bisa diukur secara pasti.
Oleh karena itu, Badan Siber Nasional akan membangun sistem yang melindungi sistem perbankan Indonesia secara komprehensif.
"Ya itu (kerugian) kan enggak bisa diukur. Mengukurnya sulit. Tentang bagaimana memproteksi itu nanti sistem kami atur, sistemnya kami desain agar serangan siber apapun dapat ditanggulangi bersama," kata Wiranto.
Selain itu, Badan Siber Nasional juga akan mengkoordinasikan badan cyber deffence yang ada di Kementerian Pertahanan, cyber intelligence di Badan Intelijen Negara (BIN), dan cyber security di Kepolisian RI (Polri).
Perlindungan Perbankan
Pengamat siber dan ahli digital forensik, Ruby Alamsyah berharap, pembentukam Badan Siber Nasional mampu meningkatkan keamanan teknologi informasi seiring meningkatnya serangan siber di dunia perbankan.
"Sangat urgeni Indonesia mempunyai badan cyber security terutama yang bergerak di bidang perbankan. Sangat besar kerugian terkait cyber crime oleh pelaku lokal atau negara asing," ujar Ruby saat dihubungi Kompas.com, Senin (9/1/2017).
Ruby menjelaskan, beberapa tahun belakangan ini, pemerintah sudah melihat adanya peningkatan serangan yang menggerus transaksi perbankan.
(Baca: Soal Pembentukan Badan Siber Nasional, Kabinet Jokowi Masih "Terbelah")
Serangan tersebut menargetkan perusahaan-perusahaan besar, baik swasta maupun milik pemerintah.