Menjadi tanggung jawab kita semua, untuk dapat memberikan dukungan penuh agar Industri pertahanan strategis dalam negeri, dalam hal ini PTDI dapat menjadi produsen dari alutsista bagi keperluan Angkatan Perang Negara Kepulauan Indonesia.
Kita harus, dan sebenarnya sudah memiliki potensi untuk menempatkan PTDI sebagai jajaran terdepan industri pertahanan strategis di Indonesia
Di luar semua itu, menyangkut proses pengadaan dalam negeri bagi persenjataan angkatan perang, seharusnya dapat dengan mudah dilakukan apabila telah dapat disusun perencanaan jangka panjang strategis yang di dalamnya tercantum proses perencanaan (pengadaan senjata) terpadu dari sistem senjata AD, AL, dan AU sebagai sebuah kesatuan dari unit angkatan perang yang merupakan sub sistem dari sistem pertahanan keamanan negara atau sistem pertahanan keamanan nasional.
Sekali lagi yang harus tertuang dalam sebuah perencanaan strategis jangka panjang dan berkelanjutan. Pada perencanaan strategis ditingkat nasional itulah seharusnya dikoordinasikan tugas-tugas industri pertahanan strategis dalam pola dukungan untuk dapat menghasilkan produk sistem senjata yang dibutuhkan oleh Angkatan Perangnya.
Semua hal tersebut, biasanya digarap dalam satu wadah yang dikenal sebagai "national security council" atau sejenis dewan pertahanan keamanan nasional. Di sanalah duduk seluruh stakeholder, pemangku kepentingan pemerintah yang bertugas di bidang pertahanan keamanan negara (baik sipil maupun militer) dalam menentukan arah kebijakan strategis nasional yang termasuk di dalamnya atau terutama tentang pengadaan senjata.
Dengan demikian tidak akan ada lagi Panglima dan atau Kepala Staf yang berbeda pendapat soal pengadaan senjata yang kemudian menembus dinding-dinding kantor atau markas besarnya urusan pertahanan keamanan negara sekelas "Pentagon" di Cilangkap.
Dalam konteks ini, mungkin sudah saatnya pula untuk mempertimbangkan ulang, sesuai dengan kajian mutakhir tentang realita yang dihadapi belakangan ini berkait dengan keberadaan sebuah institusi Mabes TNI, yang berada di tengah-tengah antara jajaran Angkatan Perang dengan Kementerian Pertahanan.
Sebuah format yang telah membuat alur kendali birokrasi yang lebih panjang. Proses birokrasi yang panjang rentang kendalinya, terutama dalam aspek proses dan mekanisme pengadaan, bisa memberikan dampak positif dan sekaligus juga, bahkan mungkin lebih sering memberi dampak yang negatif.
Tinggal dilihat dan dikaji ulang saja dari pengalaman yang dilalui setelah sekian puluh tahun apakah rentang kendali yang panjang itu memberikan dampak positif atau negatif. Terutama dalam hal pengadaan alutsista yang diperlukan oleh sebuah Angkatan Perang.
Sebagai catatan, di beberapa negara maju antara lain di Australia dan Inggris, proses pengadaan senjata berada pada jalur otorisasi yang sangat tegas dan jelas di dalam Kementerian Pertahanan. Inggris mengenal RAAE (Royal Aircraft and Armament Establishment) yang berada langsung di bawah kendali Ministry of Defence.
Akhirul kalam, apabila model dan pola yang sangat mendasar ini tidak segera diubah, dibangun, dan diperbaiki, maka kejadian serupa dengan pengadaan helikopter AgustaWestland AW 101, akan terus saja terjadi di masa mendatang. Perubahan ternyata memang harus senantiasa dilakukan.
Change your thoughts and you change your world.
(Norman Vincent Peale)
Sebagai penutup, kiranya walau apapun dan bagaimanapun, maka pegangan sebagai prajurit sejati adalah: "order is an order !", senantiasa patuh dan taat kepada atasan tanpa membantah perintah atau putusan!
Tanah Papua, 30 Desember 2016.
Chappy Hakim