JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemanggilan pemeriksaan terhadap delapan orang pejabat Kepolisian.
Pemeriksaan tersebut terkait kasus dugaan suap dalam proses perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan proyek pengadaan barang dan jasa Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuasin.
"Dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk YAF (Yan Anton Ferdian)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Rabu (28/12/2016).
Febri mengatakan, delapan mantan pejabat Kepolisan di Sumatera Selatan itu sedianya diperiksa pada Selasa (20/12/2016) hingga Kamis (22/12/2016).
Secara terpisah, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, kedelapan orang ini tidak memenuhi panggilan KPK.
Ia tak menyebutkan apakah ada alasan yang disampaikan sehingga tidak memenuhi panggilan.
(Baca: KPK Sita Harley Davidson hingga Motor Ducati Milik Bupati Banyuasin)
Hingga saat ini, penyidik KPK masih mendalami kasus yang menjerat Yan Anton Ferdian.
"Belum diperiksa. Masih didalami oleh penyidik," ujar Saut, melalui pesan singkat.
Bupati non-aktif Yan Anton Ferdian telah ditetapkan sebagai tersangka.
KPK akan segera melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Palembang.
Dalam kasus ini, Yan diduga menjanjikan sebuah proyek di dinas pendidikan Banyuasin kepada pengusaha berinisial Zulfikar, yang merupakan direktur CV PP.
Sebagai imbalannya, Bupati Banyuasin ini meminta Rp 1 miliar kepada Zulfikar.
Yan Anton diduga dibantu oleh sejumlah bawahannya.
Pertama, Yan disebut menghubungi Rustami yang merupakan Kasubag Rumah Tangga di Pemda Banyuasin.
Rustami lalu disebut menghubungi Umar Usman, Kepala Dinas Pendidikan.
(Baca: Megawati Sindir Bupati Banyuasin yang Pakai Uang Suap untuk Naik Haji)
Umar dibantu anak buahnya, Sutaryo, lalu menghubungi seorang pengepul berinisial Kirman.
Kemudian, Kirman menghubungi Zulfikar untuk menawarkan proyek di Dinas Pendidikan dengan syarat harus menyetor Rp 1 miliar.
Dalam tangkap tangan, KPK mengamankan uang Rp 229,8 Juta dan 11.200 dollar Amerika Serikat dari Yan Anton.
Dari Sutaryo, KPK menyita Rp 50 juta yang diduga merupakan bonus dari Yan Anton.
Dari tangan Kirman, KPK menyita bukti setoran biaya naik haji ke sebuah biro sebesar Rp 531.600.000 untuk dua orang atas nama Yan Anton dan isteri.
Yan Anton diduga menggunakan uang dari Zulfikar untuk menunaikan ibadah haji.