Setelah berkomunikasi dengan berbagai pihak, Menlu Retno mendapatkan konfirmasi penculikan pada Kamis (23/6/2016).
Penyanderaan terbagi menjadi dua tahap, sekitar pukul 11.30 dan 12.45 waktu setempat oleh dua kelompok bersenjata yang berbeda.
Saat penyanderaan, kapal membawa 13 orang ABK.
Sebanyak 7 orang ditahan dan sisanya dibebaskan.
Pada awalnya, aksi pertama dilakukan pukul 11.30 dengan empat pria bersenjata menculik tiga WNI, Kapten Fery Arifin (nahkoda), Muhammad Mahbrur Dahri (KKM), dan Edy Suryono (masinis II), dan kapal dibiarkan pergi.
Satu jam berselang, sepuluh orang bersenjata mengejar tugboat dengan tiga perahu speed dan membawa 4 ABK lainnya, Ismail Tiro (mualim I), Robin Piter (juru mudi), Muhammad Natsir (masinis III), dan Muhammad Sofyan (oilman).
Pemerintah memutuskan kembali menghidupkan Crisis Center.
Berbagai upaya pembebasan dilakukan. Tiga Menteri Pertahanan, Indonesia, Malaysia, dan Filipina melakukan pertemuan trilateral di Kuala Lumpur pada Selasa (12/7/2016).
Pertemuan itu membahas pembebasan sandera dan merumuskan detail patroli tiga negara di perairan yang dinilai rawan pembajakan.
Selain itu, Presiden Joko Widodo menelepon dan menyurati Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Kelompok Al Habsyi Misaya sempat mengancam akan membunuh empat ABK kapal tunda Charles jika tuntutan yang tebusan tidak dipenuhi.
Lima orang perwakilan keluarga sandera dari Samarinda sempat mendatangi Kementerian Luar Negeri untuk meminta kejelasan informasi ABK Charles 001.
Dalam pertemuan itu, sempat terjadi komunikasi dengan sandera dan dinyatakan dalam keadaan baik.
Pemerintah juga memastikan PT Rudiantara Bersaudara membayar sejumlah kompensasi bantuan keuangan kepada keluarga.
Dua ABK, Ismail Tiro dan Muhammad Sofyan berhasil meloloskan diri penyanderaan Abu Sayyaf pada, Rabu (17/8/2016).
Mereka dinyatakan sehat setelah melakukan tes kesehatan di KBRI Manila dan tiba di Tanah Air pada Jumat (26/8/2016) malam.
Setelah beberapa bulan, Ferry Arifin, M Mahbrur Dahri, dan Edi Suryono bebas pada Sabtu (1/10/2016) malam.
Kemudian, setelah enam bulan menanti, Muhammad Nasir dan Muhammad Robin Piter dibebaskan oleh milisi Alhabsyi di Filipina Selatan pada Senin (12/12/2016).
Dengan demikian, semua sandera kapal Charles telah berhasil bertemu dengan keluarganya.
4. Tiga ABK Pukat Tunda disandera
Pada 9 Juli 2016, tiga ABK pukat tunda LD/114/5S milik China Tong Lim berbendera Malaysia, disandera kelompok Abu Sayyaf ketika melewati perairan kawasan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu Sabah, Negara Bagian Malaysia.
Mereka adalah Lorense Koten (34) yang bertindak sebagai juragan kapal, Emanuel (40) dan Teodorus Kopong sebagai ABK.
Awalnya, tujuh orang diculik, namun empat lainnya dibebaskan karena beralasan tidak memiliki paspor.
Penyandera meminta tebusan sebesar 200 juta peso atau sekitar Rp 55,5 miliar.
Permintaan tersebut disampaikan penyandera kepada pemilik kapal.
Pada tanggal 12-14 Juli 2016, terjadi pertemuan antara delegasi Filipina yang dipimpin oleh Asisten Operasi Angkatan Bersenjata Filipina dengan Asisten Operasi Panglima TNI di Hotel Parklane, Jakarta.
Pertemuan itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan pada 27 Juni yang membahas pencegahan perompakan dan penyanderaan.
Beberapa tindakan disepakati, di antaranya, akan mengikutsertakan Western Mindanao Command Angkatan Bersenjata Filipina dan Komandan Lantamal XIII/Tarakan ke dalam kegiatan Komite perbatasan RI-RPBC.
Untuk membahas standar operasional, Menhan Ryamizard bertemu dengan Menhan Malaysia dan Filipina di Kuala Lumpur pada Kamis (21/7/2016).
Namun pertemuan itu batal lantaran Menhan Filipina tidak dapat hadir.
Pemerintah melakukan diplomasi dengan mengirimkan satu negosiator untuk bertemu dengan pendiri Moro National Liberation Front, Nur Misuari.
Luhut Binsar Pandjaitan, yang saat itu menjabat Menko Polhuka, mengatakan, pemerintah mengandalkan Nur sebagai penghubung komunikasi ke kelompok Abu Sayyaf.
Lorens, Teodorus, dan Emmanuel berhasil bebas pada Minggu (18/9/2016) bersama satu WN Norwegia.
Menhan Ryamizard mengatakan keberhasilan pembebasan atas upaya tentara Filipina dan FNP Moro. Ia menegaskan pemerintah tidak mengeluarkan uang sepeser pun.