Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU MD3 Dikebut, Apa Alasan PDI-P?

Kompas.com - 19/12/2016, 17:44 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) resmi masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017 pada sidang paripurna 15 Desember lalu.

Rencananya, pembahasan akan dilakukan pada masa reses. Sehingga pada sidang paripurna pembukaan masa sidang 10 Januari 2017 nanti, revisi UU MD3 sudah dapat disahkan.

Revisi juga rencananya dilakukan terbatas, hanya terkait jumlah pimpinan DPR dan MPR. Pimpinan yang semula hanya berjumlah lima orang, akan ditambahkan satu menjadi enam orang dan diisi kader PDI Perjuangan.

PDI-P sebagai partai pemenang pemilu legislatif 2014 merasa layak mendapatkan jatah kursi pimpinan. Sejumlah pihak menilai revisi tersebut bergulir sangat kilat dan sarat kepentingan politik.

Lalu, apa alasan PDI-P mendesak agar revisi tersebut dilakukan segera?

Ketua DPP PDI-P Andreas Hugo Pareira tak menjelaskan rinci apa alasan PDI-P. Menurut dia, langkah itu sejalan dengan perubahan konstelasi komposisi politik di DPR yang kini dihuni oleh mayoritas pendukung pemerintah.

Revisi UU MD3 itu dilakukan agar tercipta keseimbangan representasi proporsional di pimpinan DPR dan MPR serta alat kelengkapan dewan untuk memperlancar proses pengambilan keputusan.

"Kalau semua fraksi sudah sepakat, kenapa harus lama?" ujar Andreas, saat dihubungi, Senin (19/12/2016).

(Baca: Revisi UU MD3 Mulai Dibahas Hari Rabu)

PDI-P sebagai partai pemenang pemilu, kata Andreas, justru menjadi korban dari sistem dan mekanisme yang berlaku.

Usai Pemilu Presien 2014, saat persaingan Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) masih kental terasa, terdapat ruang pada pemilihan pimpinan DPR menjadi berdasarkan sistem paket.

Meski jatah kursi pimpinan DPR dan MPR akan didapatkan dalam waktu dekat, namun PDI-P masih enggan membuka nama-nama yang akan diajukan untuk menempati posisi pimpinan DPR dan MPR.

"Stok pimpinan banyak dan siap untuk ditugaskan. Tetapi tentu menunggu proses revisi MD3," ujar Anggota Komisi I DPR itu.

Hal serupa diungkapkan Ketua DPP PDI-P sekaligus Wakil Sekretaris Fraksi PDI-P di DPR, Hendrawan Supratikno.

PDI-P sebelumnya bahkan menginginkan agar revisi tersebut selesai pada masa persidangan kemarin atau pada Desember ini.

"Yang sederhana ngapain disulitkan. Kalau bisa dipercepat, kenapa diperlambat. Kalau bisa disegerakan kenapa ditunda-tunda," tutur Hendrawan.

Kompas TV Ketua MPR Setuju Revisi UU "Tambah Kursi Pimpinan"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com