Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buwas: Ada 72 Jaringan Narkotika Internasional Beroperasi di Indonesia

Kompas.com - 16/12/2016, 12:13 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso mengatakan bahwa penanganan narkotika tidak bisa dengan cara yang biasa-biasa saja.

Sebab, penyalahgunaan narkotika sudah sangat luas di hampir seluruh wilayah, bahkan masuk instansi atau lembaga pemerintah.

Saat ini, kata pria yang akrab disapa Buwas itu, sudah terdeteksi adanya jaringan internasional yang bermain.

"Sekarang yang beroperasi ada 72 jaringan internasional di Indonesia. Satu sama lain tidak ada hubungannya. Mereka berdiri sendiri dan mereka eksis mengedarkan. Ini ancaman bagi kita," ujar Buwas dalam ceramah umum di kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Jumat (16/12/2016).

(baca: Di hadapan Praja IPDN, Buwas Ingatkan Narkoba Kini Jadi Senjata Perang Modern)

Ia mengatakan, pihaknya mencatat dari setiap jaringan yang ada itu nilai transaksinya dalam tiga bulan mencapai Rp 3,6 Triliun.

"Kalau umpamakan satu jaringan Rp 1 triliun (per bulan), maka 72 jaringan sudah pasti Rp 72 triliun. Ini fakta bukan kami mengira-ngira, faktanya demikian," kata mantan Kabareskrim Polri itu.

Buwas menambahkan, sejumlah negara, seperti Kolombia, Meksiko, Amerika, Belanda dan Australia membolehkan pengunaan narkotika untuk dikonsumsi secara bebas.

 

(baca: Presiden: Dor! Pengedar Narkoba)

Namun, langkah itu bukan hal yang patut dibanggakan. Menurut Buwas, aturan legalisasi narkotika di sejumlah negara itu diterapkan secara terpaksa.

"Di pertemuan internasional saya tantang, kami tidak akan mengikuti mereka, ganja dijadikan seperti tembakau untuk konsumsi, ini bahaya. Setelah saya dalami ternyata negara itu frustasi, enggak mampu mengatisipasi," kata Buwas.

 

(baca: Buwas Ingin Kebijakan Presiden Filipina Berantas Narkoba Diterapkan di Indonesia)

Buwas kemudian menjelaskan alasan legalisasi narkotika di Amerika. Menurut dia, suatu kali negara super power itu hendak merehabilitasi para warganya yang menjadi pemakai narkotika.

Namun, hal itu urung dilakukan, karena biaya rehabilitasi yang dibutuhkan tiga kali lebih besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Amerika.

"Begitu juga dengan Belanda, Australia, akhirnya mereka mengambil langkah diisolir ambil satu lokasi di suatu tempat. Mau pakai (narkotika) di situ boleh, mau mati di situ boleh, yang penting tidak tersebar kemana-mana," ujarnya.

Kompas TV Presiden Jokowi Tegaskan Perang Besar pada Narkoba
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com