JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Fraksi PDI-P, Arif Wibowo mengatakan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) saat ini tidak relevan dengan rencana pemilu serentak pada 2019 nanti.
Sebab, pada pemilu serentak, masyarakat saat memilih partai di legislatif juga akan melihat pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusung.
"Kalau pemilunya serentak, partai yang lolos ke legislatif suaranya berbanding lurus dengan suara calon presiden dan wakil presiden yang diusungnya," ujar Arif di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/11/2016).
"Pemilu serentak yang tujuannya menguatkan sistem presidensial tidak berfungsi kalau formasi pimpinan DPR masih paket," kata dia.
Arif menilai, dengan model paket, partai pemenang pemilu legislatif yang notabene partai pendukung pemerintah, tidak bisa berperan optimal. Ini disebabkan belum tentu mendapat kursi pimpinan DPR.
Karena itu, Arif mengatakan, PDI-P berkepentingan untuk merevisi UU MD3 untuk memperkuat sistem presidensial Indonesia.
Ia menyatakan, saat ini rencana revisi UU MD3 sudah masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017. Namun rencana tersebut masih harus menunggu persetujuan dari fraksi lain dan pemerintah.
(Baca: PDI-P Usulkan Revisi UU MD3 di Prolegnas 2017, Ini Alasannya)
Saat ditanya apakah hasil revisi UU MD3 nantinya akan diberlakukan di periode 2014-2019, Arif menjawab hal itu belum dipastikan.
"Bisa periode sekarang, bisa periode setelah Pemilu serentak nanti, tergantung kesepakatan dari fraksi-fraksi nanti kalau jadi direvisi," kata Arif.