JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) berencana mengajukan judicial review atau peninjauan kembali pasal yang mengatur mengenai dana aspirasi DPR dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR dan DPRD (UU MD3).
FITRA menganggap Pasal 80 huruf J UU MD3 yang mengatur Anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan bisa menjadi pintu utama korupsi.
"Untuk itu, FITRA akan melakukan judicial review atas UU No.17/2014 ini untuk menyelamatkan APBN dan pemerataan pembangunan daerah," kata Manager Advokasi dan Investigasi FITRA Apung Widadi dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (2/9/2016).
Apung mengatakan, saat ini FITRA sedang menyiapkan materi gugatan. Begitu rampung, uji materi akan segera didaftarkan ke sekeretariat MK.
(Baca: Damayanti: 54 Anggota Komisi V DPR Ikut Usulkan Program Aspirasi)
Ia menambahkan, saat ini setidaknya sudah ada dua kasus korupsi yang berhubungan dengan dana aspirasi DPR, yakni yang menjerat Anggota DPR Fraksi Demokrat I Putu Sudiartana dan Anggota DPR Fraksi PDI-P Damayanti Wisnu Putranti.
Dalam kasus Damayanti, misalnya, proyek yang diurus adalah pelebaran pembangunan Jalan Tehoru-Laimu Maluku Utara senilai Rp 41 milyir. Fee yang diberikan oleh pengusaha yang akan melaksanakan sebesar Rp 3,2 miliar.
Perjanjiannya kalau mulus maka Damayanti akan dapat 8 persen dari total proyek. Beberapa anggota DPR lain juga diduga kecripatan dalam kasus ini.
(Baca: Operasi Tangkap Tangan KPK Terkait Proyek Jalan Rp 300 M di Sumbar)
Lebih mencengankan, lanjut Apung, I Putu Sudiartana mengurus proyek senilai Rp 300 miliar untuk pembangunan jalan di Sumatera. Fee diduga telah dicairkan Rp.3,28 miliar, dari kurang lebih 7-8 persen dari total anggaran proyek.
"Dua kasus tersebut sangat besar nilai nominlnya, baik dari jumlah anggaran Proyek maupun fee yang diterima. Dari kasus tersebut, FITRA menganalisa bahwa dana aspirasi merupakan dana siluman yang harus segera diberantas karena sumber korupsi," ucap Apung.
(Baca: "Kicauan" Damayanti Soal Kode dan Daftar Penerima Suap di Komisi V DPR)
Apung menambahkan, biasanya dana aspirasi ini tidak ada dalam nomenklatur APBN. Namun dana ini diduga mendompleng Dana tranfer ke Daerah seperti Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus Fisik Infratruktur.
Padahal, dalam APBN-P 2016 saat ini, dana tranfer ke daerah sangat besar, melebihi anggaran Kementerian senilai Rp 276,3 Triliun.
"Semua dana itu diduga didomolengi oleh kepentingan politik dan rente. Jika rumus 7-8 persen untuk transaksi korupsi, maka setahun kira-kira Rp. 22,8 Triliun lenyap menjadi bancakan elit dan pengusaha," ucap Apung.