Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pergantian Ketua DPR dan Potensi Memecah Lagi Partai Golkar

Kompas.com - 26/11/2016, 06:22 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rapat Pleno DPP Partai Golkar menghasilkan keputusan untuk mengembalikan kursi Ketua DPR kepada Setya Novanto. Golkar langsung memproses putusan tersebut. 

Surat pengajuan pergantian Ketua DPR telah dilayangkan kepada fraksi dan pimpinan DPR.

Pergantian ini tak masalah secara hukum, baik tata tertib maupun Undang-Undang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3). Tapi resistensi dan tentangan marak disuarakan, bukan hanya di internal DPR, tapi juga eksternal. 

Pergantian alat kelengkapan dewan (AKD), termasuk pimpinan DPR, merupakan kewenangan fraksi.

Namun, sejumlah anggota dewan menyarankan pergantian tersebut tak dilakukan.

Semisal Sekretaris Fraksi Partai Hanura Dadang Rusdiana. Pergantian tersebut menurutnya berpotensi memunculkan polemik baru yang mengganggu kondusivitas parlemen.

Terlebih, performa Ade Komarudin juga tak bisa dikatakan jelek. Dadang menilai sosok Ade masih tepat untuk memimpin DPR.

Golkar, kata dia, harus mau mengorbankan kepentingan politiknya untuk kepentingan lembaga.

"Walaupun ini persoalan internal Golkar tetapi karena menyangkut nama lembaga DPR tentu wajar kalau saya menyarankan sebaiknya tidak ada penggantian ketua DPR," tutur Dadang.

Sementara itu, Anggota Fraksi Partai Nasdem Muchtar Luthfi A Mutty menyayangkan adanya wacana pergantian dari Ade Komarudin ke Setya Novanto tersebut.

Menurut dia, Setya Novanto yang sebelumnya menjabat Ketua DPR, telah memutuskan mundur dari jabatannya.

"Kita hidup berdasarkan aturan hukum itu penting. Tapi di atas aturan hukum ada etika. Etika persoalannya moral. Ini perlu diperhatikan," kata Luthfi.

(Baca: Soal Wacana Pergantian Ketua DPR, Ketua DPP Nasdem Sorot Masalah Moral)

Luthfi juga khawatir jika pergantian Ketua DPR direalisasikan, energi bangsa akan tersita karena akan muncul perdebatan-perdebatan dan diskursus.

Dari internal partai, Tokoh Poros Muda Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia menjadi salah satu unsur partai yang belum sepakat dengan keputusan DPP Partai Golkar tersebut.

Doli menilai, rencana tersebut menunjukkan langkah politik yang berorientasi pribadi, kelompok dan konspiratif.

Keputusan tersebut diambil dengan mengedepankan kepentingan jangka pendek serta menimbulkan spekulasi adanya pengaruh kekuatan dan kepentingan di luar partai.

"Keputusan DPP Partai Golkar ini akan menimbulkan kegaduhan baru, baik di internal Golkar maupun di DPR. Dan itu akan memperburuk citra Golkar, mengganggu kinerja DPR, dan bisa menghambat kerja pembangunan. Rakyat akan menilai bahwa elitenya sibuk rebutan kue, sementara rakyatnya kelaparan," kata Doli.

Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie juga angkat bicara. Meski belum menentukan sikap resmi, namun Aburizal berharap seorang pimpinan partai tidak rangkap jabatan agar bisa fokus dalam mencapai tujuan.

Kristian Erdianto Ketua DPR RI Ade Komarudin saat ditemui di ruang kerjanya, gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen DPR RI, Jakarta, Kamis (16/6/2016).
Dia menyebut bahwa jabatan ketua DPR dan ketua umum partai merupakan dua jabatan strategis yang membutuhkan perhatian penuh.

"Saya sampaikan bahwa ini adalah dua institusi penting, DPR dan ketua partai. Dua jabatan yang membutuhkan perhatian yang sangat penuh," kata Aburizal.

(Baca: Aburizal dan Akbar Harap Ketua Umum Partai Golkar Tak Rangkap Jabatan)

"Kalau misalnya yang satu didahulukan, misal mendahulukan DPR, maka Partai Golkar tentu akan dirugikan karena waktunya tidak cukup nanti," ujar dia. 

Dari struktur DPP Partai, Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Yorrys Raweyai tak menampik jika rencana tersebut berpotensi menimbulkan pergolakan, baik dari eksternal maupun internal partai serta baik pada tokoh-tokoh senior maupun struktur di akar rumput.

Oleh karena itu, ia bersama jajaran DPP Partai gencar melakukan sosialisasi agar ke depannya tak ada pihak yang menjadi batu sandungan. "

Supaya persepsi sama sehingga mereka tidak berimprovisasi sendiri-sendiri. Yang penting kan kami harus jelaskan apa adanya tentang kronologi kenapa sampai terjadi begini," kata dia.

Sosialisasi ini bagian dari upaya untuk mengurangi potensi adanya pergolakan.

(Baca: Akbar Tandjung: Pergantian Ketua DPR Bisa Timbulkan Konflik Baru)

"Inilah kerja-kerja politik kita bahwa mulus juga tidak bisa menjamin. Tapi ini ada proses demokrasi yang sedang kita bangun dan Golkar ini public party, bukan private party, jadi berbeda pendekatannya," kata Yorrys.

Golkar berpotensi pecah lagi

Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC), Zaenal A Budiyono berpendapat putusan Golkar untuk mengembalikan Novanto memimpin DPR terasa janggal.

KOMPAS.com/Nabilla tashandra Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Rabu (17/8/2016)
Kejanggalan tampak dari salah satu alasannya, bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR tak pernah mencabut keputusannya yang menyatakan Novanto tidak melanggar etika pada kasus “papa minta saham”.

(Baca: Apa Alasan Golkar Ingin Setya Novanto Kembali Jadi Ketua DPR?"

"Dengan demikian ia tetap dianggap menyalahi etika ketua lembaga tinggi negara sampai hari ini," ujar Zaenal.

Kedua, keputusan putusan MK hanya memutuskan alat bukti tidak sah, namun tidak membahas etika ketua DPR.

"Maka bila Partai Golkar menggunakan dasar Putusan MK untuk mengembalikan Novanto ke kursi Ketua DPR, argumentasi yang dibangun tidak relevan," kata Dosen FISIP Universitas Al Azhar Indonesia itu.

Langkah yang diambil Golkar menurutnya berpotensi mengundang kegaduhan baru. Padahal, Golkar baru saja sembuh dari "luka dalam" akibat perpecahan partai.

(Baca: Yorrys: Saran Dewan Pembina Tak Mengikat DPP Golkar)

Kubu Ade Komarudin, kata Zaenal, pastinya tak akan begitu saja menerima pelengseran tanpa alasan tersebut.

Pasalnya, tak ada kesalahan signifikan yang dibuat Ade selama menjabat Ketua DPR.

"Golkar dalam waktu dekat berpotensi terjebak kembali pada konflik internal yang memakan energi. Konsekuensinya fokus Golkar dalam menghadapi Pilkada serentak dan Pileg 2019 akan terganggu," ujarnya.

Zaenal menambahkan, posisi Ketua DPR secara politik dan diplomasi juga cukup sakral. Maka ia menilai tidak etis jika melakukan pergantian ketua berkali-kali dalam satu periode.

"DPR adalah simbol bangsa Indonesia di mata dunia. Jangan sampai pertarungan internal partai atau konflik di dalam negeri membuat citra DPR buruk di mata dunia," kata Zaenal.

Kompas TV Rencana Pengembalian Setnov sebagai Ketua DPR
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

124.782 Jemaah Calon Haji RI Sudah Tiba di Tanah Suci, 24 Orang Wafat

124.782 Jemaah Calon Haji RI Sudah Tiba di Tanah Suci, 24 Orang Wafat

Nasional
Istana Mulai Bahas Peserta Upacara 17 Agustus di IKN

Istana Mulai Bahas Peserta Upacara 17 Agustus di IKN

Nasional
Kejagung Tetapkan 6 Eks GM PT Antam Jadi Tersangka Korupsi Emas 109 Ton

Kejagung Tetapkan 6 Eks GM PT Antam Jadi Tersangka Korupsi Emas 109 Ton

Nasional
Terima Aduan Keluarga Vina, Komnas HAM Upayakan 'Trauma Healing' dan Restitusi

Terima Aduan Keluarga Vina, Komnas HAM Upayakan "Trauma Healing" dan Restitusi

Nasional
SYL Beri Kado Kalung Emas Buat Penyanyi Dangdut Nayunda Nabila

SYL Beri Kado Kalung Emas Buat Penyanyi Dangdut Nayunda Nabila

Nasional
Febri Diansyah Jadi Saksi di Sidang SYL Senin Pekan Depan

Febri Diansyah Jadi Saksi di Sidang SYL Senin Pekan Depan

Nasional
SYL Pesan 'Wine' saat Makan Siang, Dibayar Pakai Uang Kementan

SYL Pesan "Wine" saat Makan Siang, Dibayar Pakai Uang Kementan

Nasional
Kementan Kerap Tanggung Biaya Makan Bersama SYL dan Eselon I

Kementan Kerap Tanggung Biaya Makan Bersama SYL dan Eselon I

Nasional
Draf Revisi UU Polri: Perpanjangan Usia Pensiun Jenderal Polisi Ditetapkan dengan Keputusan Presiden

Draf Revisi UU Polri: Perpanjangan Usia Pensiun Jenderal Polisi Ditetapkan dengan Keputusan Presiden

Nasional
Bayar Cicilan Apartemen Biduanita Nayunda, SYL: Saya Merasa Berutang Budi

Bayar Cicilan Apartemen Biduanita Nayunda, SYL: Saya Merasa Berutang Budi

Nasional
Kehadirannya Sempat Buat Ricuh di MK, Seorang Saksi Mengaku Tambah Ratusan Suara PAN di Kalsel

Kehadirannya Sempat Buat Ricuh di MK, Seorang Saksi Mengaku Tambah Ratusan Suara PAN di Kalsel

Nasional
Gerindra: Negara Rugi jika TNI-Polri Pensiun di Usia 58 Tahun

Gerindra: Negara Rugi jika TNI-Polri Pensiun di Usia 58 Tahun

Nasional
Kemenkominfo Galang Kolaborasi di Pekanbaru, Jawab Tantangan Keberagaman untuk Kemajuan Bangsa

Kemenkominfo Galang Kolaborasi di Pekanbaru, Jawab Tantangan Keberagaman untuk Kemajuan Bangsa

Nasional
Pegawai Setjen DPR Antusias Donor Darah, 250 Kantong Darah Berhasil Dikumpulkan

Pegawai Setjen DPR Antusias Donor Darah, 250 Kantong Darah Berhasil Dikumpulkan

Nasional
Kasus Timah, Kejagung Tahan Eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM

Kasus Timah, Kejagung Tahan Eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com