Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan DPR Belum Setujui Rencana Kunker Pansus RUU Anti-terorisme

Kompas.com - 09/11/2016, 12:06 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme merencanakan kunjungan kerja ke Inggris dan Amerika Serikat.

Namun, rencana tersebut belum mendapat persetujuan dari Pimpinan DPR.

"Sekarang tergantung Pimpinan DPR. Kan usulan sudah kami masukan. Sampai sekarang enggak dijawab," kata Ketua Pansus Terorisme Muhammad Syafii saat dihubungi, Rabu (9/11/2016).

(Baca: BNPT Ajukan Upaya "Represif untuk Preventif" Masuk Draf Revisi UU Anti-terorisme)

Syafii menganggap, Pimpinan DPR sudah terprovokasi dengan pendapat yang menyatakan bahwa kinerja Dewan akan menjadi lebih baik jika anggotanya tak melakukan kunjungan kerja ke luar negeri. 

Syafii menyayangkan pemikiran yang menyebut bahwa mempelajari sistem pada negara lain cukup melalui berselancar di dunia maya.

Menurut politisi Partai Gerindra itu, setiap pihak yang ditangkap karena kasus terorisme seharusnya dapat diawasi dan diproses hukum secara terukur.

Pansus, kata Syafii, tengah mengkaji urgensi keberadaan badan pengawas yang mengawasi operasi penanganan terorisme. Termasuk mengawasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Badan pengawas seperti itu, kata dia, ada di Inggris.

(Baca: Kepala BNPT Berharap RUU Antiterorisme Perkuat Penanganan Korban)

"Di inggris, badan pengawas itu ada. Rigid, bukan cuma pengawas," ujar Syafii.

Di Inggris, selain badan pengawas, ada pula lembaga yang bertugas untuk menampung komplain terkait kesalahan dalam penanganan kasus terorisme.

"Jadi kalau macam keluarga Siyono, ada lembaga komplainnya. Menurut saya, agar UU Ini bagus ke depannya, ya kita harus belajar di situ," ucap politisi yang akrab disapa Romo tersebut.

Kompas TV Ledakan di Makassar Dipastikan Bukan Aksi Terorisme
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Anggota DPR-nya Minta 'Money Politics' Dilegalkan, PDI-P: Cuma Sarkas

Anggota DPR-nya Minta "Money Politics" Dilegalkan, PDI-P: Cuma Sarkas

Nasional
Duit Rp 5,7 Miliar Ditjen Holtikultura Kementan Diduga Dipakai untuk Keperluan SYL

Duit Rp 5,7 Miliar Ditjen Holtikultura Kementan Diduga Dipakai untuk Keperluan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com