JAKARTA, KOMPAS.com – Tim pengacara mantan Ketua DPD Irman Gusman mengajukan sebelas pokok permohonan dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Praperadilan itu diajukan atas operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi pada 16 September 2016.
Anggota tim pengacara Irman, Fachmi menuturkan, pada pokoknya pihaknya meminta agar PN Jaksel mengabulkan seluruh permohonan yang diajukan.
(baca: Dalam Praperadilan, Irman Gusman Merasa Dijebak)
Selain itu, penyidikan dalam perkara ini dinilai tidak sah dan tidak memiliki dasar hukum serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
“Menyatakan tidak sahnya penangkapan dan penahanan dari konteks surat perintah penahanan oleh termohon tanggal 17 September 2016,” kata Fachmi di PN Jakarta Selatan, Selasa (25/10/2016).
Fachmi juga menilai, surat perintah penyidikan tertanggal 17 September 2016, yang menetapkan Irman sebagai tersangka oleh KPK tidak berdasar hukum.
(baca: Istri Sebut KPK Renggut Hak Asasi Irman Gusman)
Oleh karena itu, penyidikan dalam kasus yang menjerat Irman tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Selanjutnya, ia berharap majelis hakim menyatakan agar penetapan tersangka Irman tidak sah. Dengan demikian, seluruh keputusan atau penetapan yang dikeluarkan KPK tidak sah.
“Menetapkan uang Rp 100 juta adalah gratifikasi yang menjadi harus diserahkan kepada KPK sesuai dengan ketentuan Pasal 26c UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujarnya.
(baca: Pengacara Minta KPK Hentikan Pemeriksaan Irman Gusman Selama Praperadilan)
Lebih jauh, ia juga meminta agar hakim memerintahkan KPK mengembalikan ponsel Blackberry beserta seluruh isinnya kepada Irman.
Begitu pula dengan nama baik Irman agar dipulihkan KPK sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai Ketua DPD RI.
“Memerintahkan pemohon agar dikeluarkan dari tahanan dan memerintahkan biaya perkara yang ditanggung oleh negara,” ujarnya.
(baca: Pengacara Irman Gusman Anggap Kebiasaan Buruk KPK Absen Sidang Praperadilan)
KPK menangkap Irman di kediamannya bersama Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy, istri Xaveriandy, yaitu Memi, dan adik Xaveriandy, yaitu Willy Sutanto.
Penyidik KPK juga mengamankan uang Rp 100 juta yang dibungkus plastik berwarna putih. Namun, Irman mengira bungkusan tersebut hanya bingkisan untuknya.
Uang tersebut diduga merupakan suap dari Xaveriandy kepada Irman untuk pengurusan kuota gula impor yang diberikan Bulog.