JAKARTA, KOMPAS.com - DPR akan menggelar rapat paripurna, Rabu (12/10/2016) pukul 10.00 WIB.
Salah satu agenda paripurna adalah pengambilan keputusan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Perppu tersebut sedianya disahkan menjadi UU pada rapat paripurna Agustus lalu namun mengalami penundaan.
"RUU tentang Penetapan Perppu 1/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU dapat diagendakan dalam rapat paripurna DPR RI tanggal 12 Oktober 2016," ujar Ketua DPR RI Ade Komarudin saat membacakan hasil rapat Bamus, Selasa (11/10/2016).
Meski pada Agustus lalu pengesahan Perppu tersebut menjadi UU sempat tertunda, namun Ade meyakini pengesahan hari ini akan berjalan lancar. Meski tak tertutup kemungkinan masih terdapat hambatan.
"Kalau melihat peta (pembahasan di paripurna) yang lalu sesungguhnya tidak ada masalah. Hanya masalah teknis," tuturnya.
(Baca: Perppu Perlindungan Anak Segera Disahkan, Bisa Jerat Pelaku Prostitusi Anak untuk Gay)
Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanulhaq mengatakan Komisi VIII ingin agar Perppu tersebut segera disahkan menjadi UU. Sebab, kekerasan terhadap anak masih terus terjadi.
Namun, ada sejumlah hal yang menjadi catatan Komisi VIII. Salah satunya perlu memastikan apakah pemerintah mampu mengimplementasikan UU tersebut sesuai dengan tujuan awal.
"Jangan sampai payung hukumnya sudah ada tapi di bawahnya, peraturan turunannya enggak diberlakukan," kata Maman.
Maman menganggap pemerintah terlalu emosional menanggapi fenomena kasus kekerasan seksual anak. Dampaknya, pemerintah tak memikirkan bagaimana produk UU tersebut harus dibuat atas dasar rasionalitas, sistematis dan mampu diimplementasikan dengan cepat oleh peraturan turunan.
Dalam beberapa hal, pemerintah masih dianggap belum konkret. Misalnya terkait pertanyaan darimana anggaran pemberlakuan hukuman kebiri didapatkan hingga siapa eksekutor kebiri.
"Ya, kami menunggu itu disahkan lalu kami akan dorong dari sisi pengawasannya sampai sejauh mana pemerintah serius mengimplementasikan UU ini," kata Politisi PKB itu.
Adapun dalam rapat paripurna Agustus lalu, pembahasan sempat terjadi cukup alot. Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan sebagai pimpinan sidang memanggil perwakilan fraksi melakukan lobi dengan pimpinan DPR untuk menentukan keputusan.
(Baca: Pengesahan Perppu Kebiri Jadi UU Ditunda, DPR Gunakan Asas Kehati-hatian)
Hasil kesepakatan, DPR menunda pengesahan Perppu tersebut menjadi UU. Salah satu fraksi yang tidak menyetujui Perppu tersebut adalah Fraksi Gerindra.
Sejumlah catatan diberikan meski Gerindra sebetulnya juga menyetujui bahwa hukuman terhadap kekerasan seksual harus dijatuhi maksimal.
Salah satu catatan tersebut adalah berkaitan dengan implementasi hukuman tambahan bagi pelaku kekerasan seksual dan anggarannya. Fraksi Gerindra ketika itu mengkhawatirkan regulasi yang ditujukan untuk mencari solusi tersebut justru salah sasaran.