JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi Nur Chusniah mengatakan, dalam penyelidikan keterangan dari calon tersangka bukan faktor utama dalam pengumpulan alat bukti.
Menurut Chusniah, keterangan seseorang yang berpotensi dijadikan tersangka hanya untuk mengklarifikasi sejumlah bukti dan keterangan terperiksa yang sudah dimintai keterangan sebelumnya.
Jadi, kata dia, tanpa keterangan pihak yang diduga kuat akan menjadi tersangka, penyelidikan KPK tetap berjalan hingga naik ke penyidikan.
"Masih bisa jalan. Sebenarnya keterangan calon tersangka tidak diatur dalam KUHAP, sehingga kami tidak menekankan ke situ," ujar Chusniah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (6/10/2016).
(Baca: Ahli Anggap Harusnya KPK "Jemput Bola" Minta Keterangan Nur Alam Saat Penyelidikan)
Chusniah mengatakan, Pasal 184 KUHAP menyebutkan lima unsur alat bukti, yaitu keterangan terperiksa, keterangan ahli, keterangan calon tersangka, bukti dokumen, dan petunjuk lain.
Terlebih, KPK selalu memiliki bukti sadapan perbincangan yang diduga mengarah ke perbuatan pidana.
"Kalau keterangan calon tersangka tidak ada ya tidak apa-apa, yang penting ada dua alat bukti. Kalau cuma ada keterangan saksi dan surat, no problem," kata Chusniah.
Sebelumnya, pengacara Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, Maqdir Ismail mempermasalahkan penetapan tersangka oleh KPK.
Menurut dia, penetapan kliennya tidak sah karena belum pernah dimintai keterangan di tingkat penyelidikan.
Menurut Maqdir, dua alat bukti tak tercukupi jika tanpa keterangan dari terperiksa yang diduga kuat dijadikan tersangka dalam kasus itu.
Menurut pengakuan KPK, komisi tersebut telah empat kali melayangkan undangan permintaan keterangan kepada Nur Alam.
(Baca: Tak Pernah Penuhi Panggilan KPK, Nur Alam Mengaku Diancam Penyelidik)
Namun, Nur Alam tak pernah memenuhi undangan dengan alasan bentrok dengan acara kedinasan yang harus dia hadiri.
Dalam kasus ini, Nur Alam dianggap menyalahgunakan wewenang sebagai kepala daerah dengan menerbitkan izin usaha pertambangan untuk PT Anugrah Harisma Barakah di Sulawesi Utara.
Persetujuan Nur Alam itu sebelumnya sudah pernah digugat lewat PTUN, namun hakim memutuskan bahwa Nur Alam tak menyalahi wewenangnya dalam penerbitan IUP tersebut. Keputusan PTUN itu diperkuat oleh putusan kasasi Mahkamah Agung.
Akan tetapi, KPK meyakini ada tindak pidana di balik penerbitan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan IUP Eksplorasi untuk PT Anugrah Harisma Barakah, serta SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.
Diduga, Nur Alam menerima kick back dari pemberian izin tambang tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.