Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Anggap Harusnya KPK "Jemput Bola" Minta Keterangan Nur Alam Saat Penyelidikan

Kompas.com - 06/10/2016, 20:37 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda menilai, semestinya Komisi Pemberantasan Korupsi aktif dalam meminta keterangan terperiksa dalam proses penyelidikan.

Hal tersebut terkait Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam yang merasa haknya sebagai calon tersangka tak diakomodasi karena tidak pernah dimintai keterangan selama penyelidikan.

Menurut KPK, komisi tersebut telah empat kali melayangkan undangan permintaan keterangan kepada Nur Alam.

Namun, Nur Alam tak pernah memenuhi undangan dengan alasan bentrok dengan acara kedinasan yang harus dia hadiri.

(Baca: Ahli Sebut KPK Tak Bisa Usut Pidana Nur Alam karena Penerbitan IUP Dinyatakan Sah oleh PTUN)

"Dalam hal ini mestinya penyelidik aktif dengan mendatangi. Langkahnya mestinya begitu, mendatangi, menemui, minta keterangan pada mereka yang diperlukan keterangannya apakah ada peristiwa pidana atau tidak. Jadi bukan dipanggil," ujar Chairul saat menjadi ahli dalam sidang praperadilan di Pengadilan Jakarta Selatan, Kamis (6/10/2016).

Chairul berpendapat, sudah menjadi tugas penyelidik untuk "jemput bola" karena mereka membutuhkan keterangan tersebut dalam rangka mencari alat bukti.

Menurut dia, ada perintah aktif yang diatur dalam undang-undang untuk mengumpulkan bahan keterangan secara aktif.

"Memang jadi unik ketika sebenarnya dugaan peristiwa pidana melibatkan orang yang informasinya diperlukan," kata Chairul.

Chairul mengatakan, calon tersangka berhak mengklarifikasi terhadap keterangan terperiksa dan dokumen yang ada selama proses penyelidikan.

Jika dia tidak diperiksa, maka penegak hukum dianggap melalaikan hak tersebut. "Kalau untuk saya, teknisnya harusnya tidak ditinggalkan saja kalau tidak datang. Tapi didatangi," kata dia.

Sebelumnya, tim pengacara Nur Alam memprotes penetapan tersangka kliennya. Menurut pengacara Nur Alam, Maqdir Ismail, dua alat bukti tak tercukupi jika tanpa keterangan dari terperiksa yang diduga kuat dijadikan tersangka dalam kasus itu.

Dalam kasus ini, Nur Alam dianggap menyalahgunakan wewenangnya sebagai kepala daerah dengan menerbitkan izin usaha pertambangan untuk PT Anugrah Harisma Barakah di Sulawesi Utara.

(Baca: Tak Pernah Penuhi Panggilan KPK, Nur Alam Mengaku Diancam Penyelidik)

Persetujuan Nur Alam itu sebelumnya sudah pernah digugat lewat PTUN, namun hakim memutuskan bahwa Nur Alam tak menyalahi wewenangnya dalam penerbitan IUP tersebut.

Keputusan PTUN itu diperkuat oleh putusan kasasi Mahkamah Agung. Namun, KPK meyakini ada tindak pidana di balik penerbitan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan IUP Eksplorasi untuk PT Anugrah Harisma Barakah, serta SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.

Diduga, Nur Alam menerima kick back dari pemberian izin tambang tersebut.

Kompas TV 20 Saksi Diperiksa Terkait Dugaan Korupsi Gubernur Sultra

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pedangdut Nayunda Nabila Irit Bicara Usai Diperiksa Jadi Saksi TPPU SYL

Pedangdut Nayunda Nabila Irit Bicara Usai Diperiksa Jadi Saksi TPPU SYL

Nasional
KSP Ungkap 9 Nama Pansel Capim KPK Harus Sudah di Meja Setneg Akhir Mei, Juni Bekerja

KSP Ungkap 9 Nama Pansel Capim KPK Harus Sudah di Meja Setneg Akhir Mei, Juni Bekerja

Nasional
Uang Kuliah Mahal, Pengamat: Kebijakan Pemerintah Bikin Kampus Jadi Lahan Bisnis

Uang Kuliah Mahal, Pengamat: Kebijakan Pemerintah Bikin Kampus Jadi Lahan Bisnis

Nasional
Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Nasional
BNBP: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

BNBP: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

Nasional
Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Nasional
Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Nasional
Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Nasional
Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

Nasional
Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nasional
LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Nasional
Polri Siapkan Skema Buka Tutup Jalan saat World Water Forum di Bali

Polri Siapkan Skema Buka Tutup Jalan saat World Water Forum di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com