JAKARTA, KOMPAS.com - Dewi Gendari merasa kecewa terhadap keputusan Prabu Pandu Dewanata. Gendari menganggap Pandu tidak menepati janji untuk mengawini dirinya.
Pandu tidak mencegah keinginan kakaknya, Dretarasta, yang memilih Gendari menjadi istrinya. Pandu akhirnya mengalah dan memilih Dewi Kunti dan Dewi Madri sebagai pasangan hidup.
Tahta kerajaan Hastinapura pun jatuh ke tangan Pandu, karena kakaknya Dretarasta yang tunanetra tidak bisa menjadi raja.
Gendari merasa malu bersuamikan seorang tunanetra dan merasa dendam kepada Pandu. Gendari bersumpah keturunan yang dia lahirkan akan selalu menentang kekuasaan Pandu beserta putra mahkotanya di Hastinapura.
Drestarasta dan Gendari akhirnya memiliki 100 anak yang dikenal sebagai Wangsa Kurawa. Sedangkan Pandu memiliki lima anak yang tumbuh sebagai kesatria gagah berani Wangsa Pandawa, yakni, Yudhistira, Bima (Werkudoro), Arjuna, Nakula dan Sadewa.
Rasa dendam, iri hati, dan keserakahan Kurawa terhadap saudara mereka sendiri, wangsa Pandawa, semakin menjadi. Berbagai macam cara licik dan tipu muslihat dilakukan oleh Kurawa untuk merebut dan menguasai tahta kerajaan Hastinapura.
Perseteruan Kurawa dan Pandawa akhirnya berujung pada perang Bharatayudha di padang Kurusetra.
Cuplikan adegan tersebut merupakan bagian dari kisah "Sutha Kurawa" yang dipentaskan dalam bentuk kesenian wayang orang di Teater Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Minggu (2/10/2016) malam.
Lakon "Sutha Kurawa" digelar dalam rangka memperingati HUT ke-71 Tentara Nasional Indonesia yang jatuh pada 5 Oktober 2016 mendatang.
Menariknya, pagelaran itu tidak hanya didominasi oleh kalangan seniman. Tercatat, sebanyak 148 prajurit TNI ikut terlibat dalam pementasan tersebut, dari pangkat kopral hingga jenderal.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan bahwa "Satha Kurawa merupakan hasil kolaborasi antara para seniman, tokoh masyarakat dan prajurit TNI.
Dia menuturkan, HUT ke-71 TNI merupakan momentum yang tepat bagi seluruh jajaran TNI untuk mewujudkan visi-misi pemerintah dalam mewujudkan bangsa yang berkepribadian dan berkebudyaan.
Lakon "Satha Kurawa" sengaja dipilih, sebab mengandung banyak pesan yang bisa dimaknai oleh masyarakat dan juga seluruh prajurit TNI.
"Satha Kurawa ini ceritanya menarik, berawal dari sakit hati seorang wanita. Dendam dan bertekad untuk membunuh semua Pandawa," kata Gatot saat ditemui sebelum pertunjukkan.
"Perang memang penuh dengan siasat, tapi yang jelas perang besar-besaran hanya mengakibatkan penderitaan berkepanjangan. Namun yang jelas bagi prajurit TNI harus selalu siap berperang demi negara," ujarnya.
Penghematan anggaran
Gatot mengungkapkan, dalam peringatan HUT ke-71, TNI memang tidak berencana untuk mengadakan perayaan secara besar-besaran. Ini sesuai dengan kebijakan pemerintah terkait penghematan anggaran.
Di sisi lain, menurut Gatot, tahun ini TNI belum memiliki alat utama sistem pertahanan (alutsista) yang baru, sehingga dirasa tidak perlu untuk menggelar parade demonstrasi .
Rencananya, TNI baru akan memamerkan alutsista pada 2017 sesudah pembelian alat pertahanan baru.
"Hari ulang tahun ke-71 TNI tidak dilakukan besar-besaran. Pertama, karena kondisi bangsa seperti ini. kita sedang membangun dan melakukan penghematan," kata Gatot.
"Kemudian yang kedua, pada 2015 kita sudah memberikan alutsista yang ada dan sekarang belum ada yang baru lagi. Tahun 2017 yang akan datang upacara baru bisa dilakukan dengan demonstrasi parade," tuturnya.