JAKARTA, KOMPAS.com - Sembilan orang berdiri mematung menggunakan caping bertuliskan 'Tanah untuk Rakyat' di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, Senin (26/9/2016).
Mereka membawa papan kayu berwarna merah bertuliskan '#MASIHINGAT' di dada.
Selain itu, beberapa poster berlatar putih dan hitam bertajuk 'Di Tanah Kami Nyawa Tak Semahal Tambang, Salim Kancil Dibunuh" turut mereka pegang.
Aksi diam itu dilakukan kelompok yang merupakan anggota Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).
(Baca: Istri Salim Kancil: Enak Saja, Suami Saya Mati, Kok Dia Hidup)
Kelompok itu beraksi untuk mengenang setahun terbunuhnya Salim Kancil di Lumajang, Jawa Timur.
Salim adalah petani yang sengaja dibunuh sejumlah orang lantaran menolak aktivitas penambangan pasir.
Wakil Koordinator Kontras, Puri Kencana Putri mengatakan, aksi ini dilakukan untuk mengajak publik mengenang setahun kematian Salim Kancil, sekaligus mengingat masih banyak aktivis lingkungan yang harus mendapat keadilan.
"Konteks hari ini tepat setahun terbunuhnya petani kecil mempertahankan tanahnya dari serangan kelompok bisnis tambang. Kami ingin menunjukkan ekspresi kepada publik bahwa kita harus ingat di luar sana masih ada Salim Kancil lain yang harus dilindungi. Jadi jangan sampai kasus ini terulang dan tidak ada keadilan untuk salim kancil lainnya," ujar Puri usai aksi.
Menurut Puri, kasus Salim Kancil merupakan contoh dari belum adanya keadilan bagi para aktivis yang bergerak di sektor perlindungan sumber daya alam.
Pasalnya, proses hukum untuk menelusuri pembunuhan Salim Kancil masih sangat lamban.
(Baca: Otak Pembunuhan Salim Kancil Divonis 20 Tahun Penjara)
"Proses hukum Salim Kancil masih tidak menunjukkan wajah keadilan bahwa ada semacam kemendesakan hukum, perlindungan hukum bagi para pembela HAM terutama mereka yang bergerak di sektor perlindungan sumber daya alam," tambah Puri.
Dalam aksi sepanjang tahun 2016, slogan '#MASIHINGAT' digunakan Kontras untuk mengajak publik mengingat banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia, seperti menimpa Salim Kancil.
"Kami tahun ini menggunakan slogan '#MASIHINGAT' untuk mengajak publik mengingat pelanggaran-pelanggaran HAM apa saja yang terjadi di Indonesia dan sejauh mana negara bertanggung jawab di sana," ucap Puri.
(Baca: KontraS Curiga Ada Pelanggaran HAM dalam Sidang Salim Kancil)
Meski beberapa kali rombongan didatangi polisi, mulai dari polisi lalu lintas hingga Kapolsek Menteng Komisaris Ronald Purba karena dianggap tak berizin, namun aksi berjalan lancar. Aksi yang berlangsung 30 menit tersebut selesai pukul 17.20 WIB.
Aksi pengeroyokan terhadap Salim Kancil dan kolega Salim, Tosan terjadi pada akhir September 2015. Aksi kekerasan itu adalah buntut penolakan terhadap aktivitas tambang pasir ilegal di Lumajang.
Atas aksi itu, Salim Kancil tewas mengenaskan, sementara Tosan mengalami luka parah.
Pengadilan mengadili lebih dari 30 orang untuk kasus ini. Hariyono, Kepala Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang, yang disebut sebagai otak pembunuhan Salim Kancil divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Surabaya.
Selain karena kasus pembunuhan Salim Kancil, dia juga didakwa atas kasus tambang ilegal dan kasus pencucian uang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.