JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo yang secara tegas menolak revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang tengah disusun Kementerian Hukum dan HAM.
Penolakan Jokowi terhadap revisi PP ini disampaikan langsung saat menerima Refly dan sejumlah pakar dan praktisi hukum di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (22/9/2016).
Jokowi mengaku revisi PP belum diterima olehnya. Namun, Jokowi mendapatkan informasi, salah satunya dari media massa, bahwa revisi itu tidak sejalan dengan semangat reformasi bidang hukum.
(Baca: Jokowi Janji Tolak Revisi PP yang Atur Pengetatan Remisi)
"Kita sepakat bahwa revisi itu tidak perlu diteruskan," kata Refly usai pertemuan dengan Jokowi.
Namun disisi lain, Refly mempertanyakan sikap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly yang justru ngotot merevisi PP itu.
Aturan yang direvisi juga banyak dinilai mempermudah remisi untuk koruptor.
"Menteri itu ketika dia mengusulkan hal yang kontroversial, tanya dulu presidennya. Presiden mau kemana. Masa menteri bertentangan dengan Presiden," kata Refly.
Refly pun berharap Yasonna segera berkomunikasi dengan Presiden terkait rencana revisi PP 99/2012.
Jika memang Presiden memberikan pesan yang jelas bahwa revisi itu akan ditolak, maka Yasonna harus menghentikannya.
"Kalau Presiden sudah bilang tidak, ya tidak.Yang jadi persoalan dia harus komunikasi langsung dengan Presiden, tidak melalui media," ucap Refly.
Selain Refly, Pakar hukum yang diundang antara lain Yenti Ganarsih, Mahfud MD, Todung Mulya Lubis, Yunus Hussein, Saldi Isra, Al Araf, Chandra Hamzah dan Nursyahbani Katjasungkana.
Yasonna sebelumnya beralasan ingin merevisi PP 99/2012 karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Alasan kedua, pembuatan PP itu tidak melalui syarat prosedur formal, salah satunya dikaji pakar terlebih dahulu. Namun, rencana revisi itu ditentang para pegiat antikorupsi.
(Baca: Remisi Koruptor Dipermudah)
Anggota Divisi Hukum dan Monitoring ICW Lalola Easter menyebut, merevisi PP tersebut merupakan langkah yang pro terhadap koruptor.
ICW mencatat, ada 12 poin krusial di dalam revisi PP 99 yang berpotensi menjadi celah bagi koruptor mendapatkan keringanan hukuman.
Salah satunya adalah penghapusan pasal yang mengatur bahwa narapidana koruptor harus menjadi Justice Collaborator untuk mendapatkan remisi.
Dengan penghapusan pasal soal Justice Collaborator itu, narapidana koruptor yang hendak mendapat remisi cukup berkelakuan baik, menjalani sepertiga masa tahanan, serta membayar lunas denda pidana dan uang pengganti sesuai putusan pengadilan.