Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Persilakan Nur Alam Ajukan Praperadilan

Kompas.com - 20/09/2016, 12:47 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarief mengatakan, gugatan praperadilan merupakan bagian dari hak seorang tersangka yang terjerat kasus pidana, termasuk korupsi.

Penyataan Laode ini menanggapi permohonan praperadilan yang diajukan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Maka dari itu, kata Laode, KPK mempersilakan Nur Alam jika ingin menguji keabsahan proses penyidikan hingga penetapannya sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin pertambangan pada 2009-2014 di Sultra.

"Pra peradilan adalah hak tersangka, silahkan saja (kalau mengajukan)," ujar Laode saat dikonfirmasi, Selasa (20/9/2016).

Nur Alam melalui kuasa hukumnya, yakni Maqdir Ismail menilai KPK tidak diperkenankan melakukan penyelidikan ketika ada lembaga lain sedang melakukan penyelidikan atas obyek yang sama.

(Baca: Kejagung Sempat Selidiki Dugaan Rekening Gendut Gubernur Sulawesi Tenggara, tetapi Dihentikan)

Hal tersebut sudah diatur dalam nota kesepahaman antara KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri yang menyatakan dalam hal para pihak melakukan penyelidikan pada sasaran yang sama, maka instansi yang lebih dahulu mengeluarkan surat perintah penyelidikan yang akan menanganinya.

Menanggapi pernyataan itu, Laode mengatakan, pihaknya bisa menetapan tersangka dan penyidikan terhadap Nur Alam, sebab berkas sudah disetujui oleh pihak yang terkait dalam nota kesepahaman tersebut, yakni kepolisian dan KPK.

"Yang mentersangkakan NA (Nur Alam) adalah KPK yang suratnya ditandatangani Direktur dan Deputi yang dua-duanya Polisi dan pimpinan KPK," kata dia.

Kejaksaan Agung memang pernah melakukan penyelidikan terhadap Nur Alam dalam kasus yang sama. Namun, pada akhir Agustus 2015, Kejagung telah menghentikan penyelidikan itu karena penyelidik tidak memiliki cukup bukti penguat untuk meningkatkan kasus ini ke penyidikan.

(Baca: KPK Tetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai Tersangka)

Sementara penyelidikan KPK dimulai pada 6 April 2015, saat kasus itu masih dilidik oleh Kejaksaan Agung.

"Sehingga terjadi duplikasi penyelidikan. Ini adalah pelanggaran terhadap UU KPK dan MoU KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri yang dilakukan oleh penyelidik KPK," kata Maqdir.

Alasan lain pihaknya mengajukan praperadilan, kata Maqdir, karena sebelumnya izin usaha tambang yang dikeluarkan Nur Alam pernah digugat PT Prima Nusa Sentosa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Dalam putusannya, diputuskan bahwa penerbitan IUP tersebut sesuai dengan kewenangan dan prosedur dalam penerbitan IUP," kata Maqdir dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (17/9/2016).

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com