Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnu Nugroho
Pemimpin Redaksi Kompas.com

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Diponegoro Tampar Patih Yogya dan Korupsi Pejabat Kita

Kompas.com - 19/09/2016, 07:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Dilahirkan reformasi

Irman Gusman merupakan ketua lembaga negara hasil reformasi kedua yang ditangkap KPK. Sebelumnya, tahun 2013, KPK menangkap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

Mirip seperti Irman Gusman, Akil juga ditangkap KPK di rumah dinasnya. Bedanya hanya jumlah dan jenis mata uang karena Akil ditangkap KPK usai menerima uang 284.050 dollar Singapura dan 22.000 dollar Amerika Serikat.

Suap diberikan kepada Akil untuk mengurus perkara sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Akil juga mengurus sengketa Pilkada Lebak, Banten. Untuk sejumlah sengketa pilkada di MK, Akil juga diketahui menerima suap.

Kemiripan Irman Gusman dan Akil selain sama-sama ketua lembaga negara hasil reformasi adalah keluwesannya menyatakan antikorupsi dan meminta koruptor dihukum berat. Keduanya sama-sama mewacanakan hukuman mati untuk koruptor.

Kemunafikan seperti dipertontonkan. Lain perkatan dengan perbuatan.

(Baca: Miris, Irman Gusman Selama Ini Dikenal Antikorupsi)

Irman Gusman dan Akil merupakan penanda jeda reformasi yang bergulir karena tuntutan dihapuskannya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di lembaga negara. Menengok partai politik yang lahir di era refromasi, KPK telah menunjukkan kepada kita bahwa kelakuannya sama saja.

Untuk menyebut yang paling menyita perhatian kita adalah kasus korupsi yang menyeret Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Di lingkungan politik, mereka yang terjerat kasus korupsi puluhan bahkan ratusan jumlahnya. Sebagai contoh, tujuh anggota DPR periode 2014-2019 telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK akibat penyalahgunaan kewenangan legislatifnya. Suap adalah sarananya.

Suap dan kemunafikan

Perkara suap dan kemunafikan, kita memang tidak beranjak dari catatan awal tentang perkara korupsi yang satu ini. 

Seperti ditulis Peter Carey dalam buku "Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro" (Penerbit Buku Kompas), salah satu pemicu utama Perang Jawa (1825-1830) adalah isu korupsi.

Carey menuliskan luapan kemarahan Pangeran Diponegoro yang menampar muka Patih Yogyakarta Danureja IV (menjabat 1813-1847) dengan selop karena suatu pertengkaran tentang penyewaan tanah kerajaan kepada orang Eropa sebelum Perang Jawa.

Arus uang yang melimpah-limpah dengan datangnya penyewa tanah dari Eropa pasca-Agustus 1816 (koloni Hindia Timur dikembalikan kepada Belanda oleh Inggris) di Pulau Jawa membuka jalan bagi pejabat korup seperti Danureja IV.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com