JAKARTA, KOMPAS.com - Badai besar datang menerjang Dewan Perwakilan Daerah RI. Pucuk pimpinan lembaga perwakilan itu justru tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tengah berkembangnya wacana penguatan peran DPD.
Ironi tak berhenti di situ. Irman Gusman selaku Ketua DPD merupakan penerima Tanda Jasa Bintang Mahaputera Adiprana 2010 silam. Bahkan, ia juga dikenal sebagai tokoh antikorupsi.
Ketika menghadiri Festival Antikorupsi di Bandung 2015 akhir tahun lalu, Irman menyatakan agar koruptor harus dihukum berat. Ia menyatakan layaknya di Tiongkok, koruptor harus dihukum mati untuk memberikan efek jera.
Tak disangka Sabtu (17/9/2016) dini hari merupakan titik balik yang tak terduga baginya. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjaring Irman dalam drama operasi tangkap tangan usai dirinya menerima sejumlah uang dari seorang pengusaha.
(Baca: Irman Gusman Ditangkap KPK, Usul Penambahan Wewenangan DPD Dipertanyakan)
Uang tersebut diterima Irman terkait rekomendasi kuota gula impor yang diduga dijanjikan Irman kepasa si pengusaha. Ketua Badan Kehormatan DPD AM Fatwa mengaku terpukul saat mendengar kabar penangkapan Irman. Apalagi, ini merupakan kali pertama anggota DPD dicokok KPK.
"Rasanya seperi tersambar petir," ujar Fatwa saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (18/9/2016).
Fatwa pun bertutur ihwal hubungan kekerabatannya dengan Irman. Ia mengaku kenal dan dekat dengan keluarga Irman.
"Waktu orang tua Pak Irman meninggal saya datang, namun untuk kasus ini saya tidak mau masuk untuk mengomentari Pak Irman secara pribadi," tutur Fatwa.
(Baca: KPK Pastikan Irman Gusman Tahu Bungkusan Berisi Uang)
Tak hanya Fatwa yang merasa tersambar petir. Seluruh anggota dan pimpinan DPD yang hadir dan membacakan siaran pers di Kompleks Parlemen pasca resminya status tersangka diumumkan oleh KPK, juga terlihat muram.
Mereka masuk ruang pers parlemen dengan kepala tertunduk dan raut muka sedih. Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad membacakan siaran pers tersebut dengan penuh ketegangan. Ekspresi yang sama diperlihatkan oleh Wakil Ketua DPD lainnya, GKR Hemas.
"Tentu ini menjadi pukulan bagi kami semua, dan kami minta maaf kepada masyarakat," ujar GKR Hemas.
Tertangkapnya Irman tentu menimbulkan citra negatif bagi DPD di mata publik. Fatwa pun mengakui itu.
(Baca: "Miris, Irman Gusman Selama Ini Dikenal sebagai Tokoh Anti-Korupsi")
Dia mengatakan sangat mungkin kepercayaan publik terkikis terhadap kredibilitas DPD yang kini tengah mengajukan penguatan kewenangan. Ya, sistem bikameral yang setengah hati menjadikan DPD seolah anak tiri dalam proses pengambilan keputusan.
DPD hanya berwenang memberi pertimbangan dalam proses legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Tak seperti DPR yang berwenang memutuskan. Namun, Fatwa berharap publik tak menghakimi lembaga karena yang dilakukan Irman tak ada kaitannya dengan kewenangan DPD.
"Saya kira DPD dalam era demokrasi ini dibutuhkan oleh masyarakat karena itu perlu tetap ada, kami tak mengendurkan semangat agar bisa memiliki kewenangan memutuskan seperti DPR. Tentu kasus Pak Irman menjadi pelajaran," kata dia.