Namun, konteks tanggung jawab di sini bukanlah semata-mata bermakna hanya melaksanakan tugas, lalu setelah itu selesai dan tidak menyisakan dampak (atsar) bagi yang dipimpin.
Makna hakikinya adalah lebih kepada upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi semua lapisan rakyat.
Pemimpin memang mendapatkan otoritas kewenangan, tetapi pada saat yang sama menjadi pelayan bagi orang yang dipimpinnya. Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.
Oleh sebab itu, setiap pemimpin harus memiliki visi dan misi melayani (service centric) terhadap orang-orang yang dipimpinnya.
Jika kita melihat potret kepemimpinan di Tanah Air saat ini, hanya segelintir pemimpin yang mau melayani dan berkorban bagi rakyat yang dipimpinnya.
Tidak bisa dimungkiri, sebagian besar pemimpin mulai dari lingkungan tempat tinggal kita sampai dengan nasional lebih cenderung berbicara atas nama rakyat atau kepentingan rakyat. Padahal, sebenarnya untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, atau golongannya.
Padahal, hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh HR Thabrani menjelaskan bahwa khianat yang paling besar adalah bila seorang penguasa memperdagangkan rakyatnya.
Tidaklah mengherankan, jika kebijakan-kebijakan yang digulirkan pun, sama sekali jauh dari upaya memanusiakan rakyat yang dipimpinnya. Sebab, rakyat sudah diposisikan diametral oleh pemimpin sebagai pihak yang dikhianati.
Akibatnya, berbagai persoalan multidimensi yang melanda rakyat kita, seolah tiada henti meluluhlantakkan kehidupan mereka.
Memaknai semangat berkurban
Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk tampil selangkah di depan, baik bagi dirinya sendiri, keluarga, lingkungan maupun bangsa dan negara. Kepemimpinan adalah tanggung jawab yang dimulai dari dalam diri kita.
Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk bertanggung jawab kepada yang dipimpin.
Di sinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh masyarakat atau komunitas yang dipimpinnya.
Belajar dari makna hari raya Idul Adha, seyogianyalah para pemimpin di negeri ini, khususnya yang beragama Islam, mau dan mampu bermetamorfosis dari pemimpin yang mengorbankan rakyat menjadi pemimpin yang selalu mau berkorban demi kepentingan rakyat.
Selama ini, kita memaknai kurban dalam Idul Adha hanya sebatas ritual penyembelihan hewan kurban. Sebagai pemimpin, kita dapat meneladani lebih dalam makna kontekstual kurban, yakni kedekatan dan mendekatkan.