Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lestarikan Hutan atau Korupsi?

Kompas.com - 07/09/2016, 14:44 WIB

Jika menilik lebih lanjut kajian tahun 2015, KPK menemukan bahwa data produksi yang tercatat lebih rendah daripada volume kayu yang dipanen dari hutan alam di Indonesia.

Total produksi kayu yang sebenarnya selama tahun 2003-2014 mencapai 603,1 hingga 772,8 juta meter kubik.

Sementara menurut statistik resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), produksi kayu komersial dari hutan alam periode 2003-2014 secara keseluruhan 143,7 juta meter kubik.

Angka-angka itu mengindikasikan bahwa dari statistik KLHK hanya mencatat 19 persen-23 persen dari total produksi kayu selama periode kajian tersebut. Sisanya tidak tercatat.

Yang paling mencengangkan, potensi kerugian negara akibat provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi yang tidak terpungut Rp 5,24 triliun hingga Rp 7,24 triliun per tahun sejak 2003 sampai 2014.

Tidak berkutik

Niat melestarikan hutan agaknya memang kerap menemui jalan buntu. Secara kelembagaan saja, pemerintah pusat yang seharusnya memiliki kewenangan tidak berkutik menghadapi kenyataan di lapangan.

"Sejak reformasi, kami hanya mempunyai unit pelaksana teknis. Soal perizinan berada di dinas-dinas pemerintah daerah setempat yang berada di bawah Kementerian Dalam Negeri," kata Direktur Iuran dan Peredaran Hasil Hutan KLHK Awria Ibrahim.

KLHK mengidentifikasi motif kejahatan lingkungan, seperti pembakaran hutan dan lahan, adalah untuk menghemat biaya operasional, mempermudah dan mempercepat pekerjaan dalam pembukaan lahan, menghilangkan limbah kayu, mencegah hama, serta menaikkan tingkat keasaman atau pH dan menaikkan unsur mineral tanah.

Pelakunya adalah masyarakat, cukong, kelompok (koperasi unit desa atau tani), serta pengusaha.

Dari penelitian, kata Direktur Pengaduan Pengawasan KLHK Rosa Vivien Ratnawati, mengidentifikasi lahan dibakar atau terbakar cukup melihat alokasi anggaran pembukaan lahan.

"Kalau hanya Rp 2 juta per hektar, ya, cuma cukup untuk membeli korek api," kata Vivien.

Untuk membuka lahan tanpa membakar hutan, idealnya perusahaan membutuhkan dana antara Rp 30 juta dan Rp 50 juta per hektar. Tentu saja, anggaran ini sangat bergantung pada kondisi lahan, apakah gambut atau tidak.

Pilihan berada di depan mata. Sebuah tantangan yang tidak mudah ke depan ini dalam melestarikan hutan dari tangan-tangan koruptor.

Kerusakan hutan adalah dampak dari praktik korupsi yang tidak hanya merusak kelestarian alam, tetapi juga menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. (stefanus OSA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com