Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walhi Minta Pencabutan Izin Perusahaan yang Terlibat Penyanderaan Polisi Hutan

Kompas.com - 06/09/2016, 10:18 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai aksi penyanderaan tujuh polisi hutan dan penyelidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjatuhkan wibawa negara terhadap korporasi.

Kepala Departemen Kajian Kebijakan dan Pembelaan Hukum Walhi Zenzi Suhadi mengatakan, dalam kasus tersebut, ada indikasi mobilisasi dan pengorganisasian masyarakat oleh korporasi.

"Kalau ini masyarakat tidak mungkin targetnya menghilangkan alat bukti yang di tangan penyelidik," ujar Zenzi saat dihubungi, Selasa (6/9/2016).

"Ketika targetnya menghilangkan alat bukti, ini artinya ada auktor intelektualisnya," kata dia.

Zenzi mengatakan, peristiwa serupa pernah terjadi sebelumnya.

"Tahun lalu juga ada perusahaan di Sumsel (Sumatera Selatan) yang menyandera, melakukan pelecahan secara psikologis," kata dia.

Maka dari itu, Walhi meminta KLHK mencabut izin perusahaan.

Ia mengatakan, jika sebelumnya izin perusahaan diterbitkan oleh kepala daerah setempat, maka KLHK bisa mengambil alih kewenangan pemerintah daerah untuk mencabut izin korporasi.

Jika izin tidak dicabut, maka kejadian serupa akan terus terulang. Selain itu, kejahatan perusakan lingkungan juga akan terus terjadi dan berkembang di berbagai wilayah dengan berbagai modus operasi dan berbagai tingkatan.

"Ini serius karena negara tidak boleh kalah dan terlihat lemah di hadapan korporasi," kata dia.

Sebelumnya, tujuh polisi hutan dan penyidik dari KLHK dilaporkan disandera sekelompok orang saat menyegel lahan yang terbakar.

Sekelompok orang yang menyandera itu diduga dikerahkan PT Andika Permata Sawit Lestari (PT APSL). 

(Baca: Tujuh Polisi Hutan dan Petugas Disandera Usai Segel Lahan, Pemerintah Kini Incar PT APSL)

Saat itu, polisi hutan dan penyidik dari Balai Penegakan Hukum KLHK sedang menyegel dan mengumpulkan barang bukti kebakaran hutan, Jumat (2/9/2016).

Dalam perjalanan, mereka dicegat massa, kemudian dipaksa untuk mencabut segel serta menghapus foto dan video yang direkam.

Polisi hutan dan penyidik KLH itu menemukan indikasi kuat bahwa PT APSL memakai modus pembentukan tiga kelompok tani untuk mengelola kebun sawit.

Cara itu selama ini diketahui sebagai modus umum perambahan. Aparat pun menemukan lokasi kebun sawit yang terbakar amat luas dan berasap, serta ada di hutan produksi.

(Baca juga: Penyanderaan Tak Pengaruhi Penyelidikan terhadap PT APSL)

Saat dikonfirmasi, PT APSL membantah telah memerintahkan dan menjadi dalang atas aksi penyanderaan. Menurut pengacara PT APSL, Novalina Sirait, lahan yang terbakar itu milik kelompok tani, bukan milik perusahaan.

 

"Luas lahan PT APSL hanya 3.112 hektar di Rokan Hulu. Lahan kami tak terbakar, yang terbakar milik warga," ujarnya.

Kompas TV 7 Tim Kebakaran Hutan yang Disandera Sudah Bebas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatian

Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatian

Nasional
Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Nasional
Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Nasional
Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Nasional
Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Nasional
Momen Jokowi Sambut para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Momen Jokowi Sambut para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Nasional
Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Nasional
Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Nasional
Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Nasional
Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF Ke-10

Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF Ke-10

Nasional
Hadiri Makan Malam WWF Ke-10, Puan Disambut Hangat Jokowi sebagai Penyelenggara

Hadiri Makan Malam WWF Ke-10, Puan Disambut Hangat Jokowi sebagai Penyelenggara

Nasional
Harkitnas 2024, Jokowi: Mari Bersama Bangkitkan Nasionalisme

Harkitnas 2024, Jokowi: Mari Bersama Bangkitkan Nasionalisme

Nasional
Revisi UU Penyiaran: Demokrasi di Ujung Tanduk

Revisi UU Penyiaran: Demokrasi di Ujung Tanduk

Nasional
Gugat KPK, Sekjen DPR Protes Penyitaan Tas 'Montblanc' Isi Uang Tunai dan Sepeda 'Yeti'

Gugat KPK, Sekjen DPR Protes Penyitaan Tas "Montblanc" Isi Uang Tunai dan Sepeda "Yeti"

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com