Aturan yang menghambat
Kalau kita ingin negara kita menjadi maju, kita harus mengapresiasi tiga kebijakan pemerintah ini, yaitu Permenristek dan Dikti No 50/2015, ancaman bagi profesor yang tak produktif, dan terbitnya Permenkeu No 106/2016 yang merupakan peluang emas bagi periset di Indonesia.
Namun, saya ingin meminta perhatian pemerintah, khususnya Kemristek dan Dikti, karena ada suatu peraturan lagi yang perlu diperbaiki. Jika tidak, ia akan menghambat perguruan tinggi yang ingin maju.
Saya memperhatikan bahwa prodi doktor yang baru dibuka, yang sudah memenuhi Permenristek dan Dikti No 50/2015 tidak dengan sendirinya bisa melaju kencang untuk bisa mengabdi kepada Ibu Pertiwi.
Seperti kita ketahui bersama, publikasi internasional tak bisa lahir kalau tidak ada penelitian. Penelitian akan berdampak secara signifikan kalau ada program pascasarjana yang baik.
Yang menjadi persoalan, beasiswa unggulan dosen Indonesia yang disingkat dengan BUDI itu, yaitu program beasiswa baru dari Pemerintah Indonesia untuk melanjutkan beasiswa pendidikan pascasarjana, tidak membuka kesempatan pada prodi doktor yang baru dibuka.
Alasannya, prodi doktor baru ini hanya terakreditasi C oleh BAN-PT dan perlu reakreditasi terlebih dahulu.
Masalahnya, kalau harus reakreditasi, nilai akreditasi prodi doktor baru ini juga akan tetap buruk karena belum punya alumni yang dipersyaratkan BAN-PT.
Saya bisa mengerti alasan Kemristek dan Dikti, yaitu beasiswa prestisius ini tidak boleh diberikan pada prodi yang berkualitas rendah. Namun, kualitas apalagi yang kita harapkan? Bukankah untuk membuka prodi doktor baru persyaratannya sudah cukup ketat?
Karena sesuai dengan Permenristek dan Dikti No 50/2015 dibutuhkan dua profesor yang masing-masing punya dua publikasi internasional dan empat doktor lainnya masing- masing harus punya satu publikasi internasional.
Bahkan, prodi doktor yang telah lama dibuka pun dan terakreditasi A oleh BAN-PT belum tentu punya kualifikasi staf pengajar yang sesuai dengan Permenristek dan Dikti No 50/2015.
Kemristek dan Dikti harus peka dengan persoalan ini. Jangan sampai kita memberikan punishment kepada prodi yang bermutu, tetapi memberikan reward kepada prodi yang masih belum sesuai Permenristek dan Dikti No 50/ 2015, tetapi posisinya sekarang sudah terakreditasi A atau B.
Dalam kasus ini, saya melihat, paling tidak untuk prodi doktor, akreditasi BAN-PT tak sejalan dengan semangat Permenristek dan Dikti No 50/2015. Ini harus segera dikoreksi.
Syamsul Rizal, Guru Besar Universitas Syiah Kuala; Alumnus UniversitÄt Hamburg, Jerman
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.