Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendikbud Dinilai Keliru Mengartikan Pendidikan Karakter dalam Nawacita

Kompas.com - 18/08/2016, 15:05 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy dinilai keliru mengartikan pendidikan karakter dalam Nawacita yang digagas Presiden Joko Widodo.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia, Retno Listyani mengungkapkan bahwa pendidikan karakter tidak bisa dibangun hanya dengan menambah jam belajar, seperti yang diwacanakan dalam kokurikuler, yang sebelumnya dikenal sebagai Full Day School.

"Pak Menteri keliru mengartikan pendidikan karakter dalam Nawacita. Yang dimaksud Presiden Jokowi dengan karakter tuh itu memperkuat nilai-nilai kebangsaan, bukan menambah jam sekolah," ujar Retno di gedung LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/8/2016).

Karakter-karakter kebangsaan yang harus dibangun ini, bagi Retno, di antaranya adalah karakter antikekerasan, antikorupsi, dan pluralisme.

Karakter ini penting bagi siswa karena kasus kekerasan, korupsi, serta diskriminasi suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) kerap kali terjadi di Indonesia.

"Ini penting. Coba lihat kekerasan di mana-mana kan, korupsi juga gila, terus diskriminasi," tutur Retno.

Pendidikan karakter kebangsaan, lanjut Retno, harus dicontohkan, diteladankan dan dipraktikkan kepada siswa lewat perilaku guru dan sekolah.

"Ini dimulai dari sekolah, misalnya kepala sekolah disuruh transparan. Jangan lagi ada pungutan liar lagi. Anak-anak itu melihat dari tindakan nyata," ucapnya.

Selain itu, karakter kebangsaan bukan hanya dibangun oleh sekolah sendiri. Menurut Retno, karakter anak harus bersama dibangun secara terus menerus di rumah dan di sekolah.

"Karakter juga dibangun oleh orangtua, bukan sekolah saja. Orangtua yang mendorong karakter anak pertama dan utama, kemudian sekolah mengembangkan," ujar Retno.

Mendikbud Muhadjir Effendy sebelumnya mengatakan, Presiden Joko Widodo telah berpesan bahwa kondisi ideal pendidikan di Indonesia adalah ketika dua aspek pendidikan bagi siswa terpenuhi.

Adapun dua aspek pendidikan itu ialah pendidikan karakter dan pengetahuan umum. Guna memenuhi pendidikan karakter di sekolah itu, Kemendikbud akan mengkaji penerapan sistem belajar mengajar dengan kokurikuler.

Namun, kokurikuler ini bukan berarti para siswa belajar selama sehari penuh di sekolah. Program ini memastikan siswa dapat mengikuti kegiatan-kegiatan penanaman pendidikan karakter, misalnya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.

Muhadjir mengatakan, lingkungan sekolah harus memiliki suasana yang menyenangkan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran formal sampai dengan setengah hari, selanjutnya dapat diisi dengan kegiatan ekstrakurikuler.

"Usai belajar setengah hari, hendaknya para peserta didik (siswa) tidak langsung pulang ke rumah, tetapi dapat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang menyenangkan dan membentuk karakter, kepribadian, serta mengembangkan potensi mereka," kata Muhadjir.

Dengan demikian, kata Muhadjir, para siswa dapat terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif dan kegiatan kontraproduktif, seperti penyalahgunaan narkoba, tawuran, dan sebagainya.

Kompas TV Pengamat: Pendidikan Karakter Butuh Proses Panjang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com