JAKARTA, KOMPAS - Rencana pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat membahas Rancangan Undang-Undang tentang Keamanan Nasional tahun ini tidak satu suara dengan fraksi-fraksi di DPR. Mayoritas fraksi meminta wacana itu dikaji terlebih dahulu dengan matang. Penyusunan naskah akademik dan draf RUU Keamanan Nasional di DPR dikhawatirkan akan bernuansa politis.
Sejumlah fraksi di DPR juga menilai, RUU Keamanan Nasional belum terlalu mendesak untuk dibahas tahun ini. Wakil Ketua Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) DPR Desmond J Mahesa saat dihubungi, di Jakarta, Minggu (7/8/2016), mempertanyakan keinginan pimpinan DPR untuk kembali membahas RUU Kamnas. ”Ada kepentingan apa hingga pimpinan DPR berinisiatif mau membahas dan mengambil alih penyusunan RUU ini? Ada lobi-lobi seperti apa?” kata Desmond.
Desmond mengatakan, alih- alih membahas RUU Kamnas, DPR seharusnya fokus menyelesaikan tumpukan utang legislasi yang mendesak dirampungkan. Jika diperlukan sebuah produk legislasi untuk mengatur tentang sejumlah institusi di bidang penegak hukum, solusinya bukan melalui RUU Kamnas.
”Justru lebih mendesak RUU Peradilan Militer. Sebab, dengan aturan yang selama ini tidak jelas, TNI justru tidak tersentuh pengawasan dan penindakan KPK. Padahal, banyak pelanggaran dilakukan oleh oknum TNI, termasuk korupsi, tetapi selalu luput,” kata Desmond.
Sebelumnya, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Hanura juga mengingatkan perlunya kehati-hatian dan kajian mendalam sebelum menindaklanjuti wacana pembahasan RUU Kamnas.
Rencana membahas kembali RUU Kamnas dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2016 mencuat seusai pertemuan pimpinan DPR dengan Sekretariat Jenderal Kementerian Pertahanan, akhir Juli lalu. Saat itu, kedua pihak membicarakan harus ada payung hukum untuk mengatur secara tegas pembagian kewenangan dan tugas setiap institusi bidang pertahanan dan keamanan.
Pemerintah sudah berkali-kali mengajukan draf RUU Kamnas ke DPR sejak 2006. Namun, RUU Kamnas tak kunjung selesai setelah muncul penolakan dari sejumlah pihak karena isinya dinilai bertentangan dengan semangat reformasi dan mengancam supremasi sipil serta demokrasi.
Tumpang Tindih
Pimpinan Fraksi Partai Hanura DPR Sarifuddin Sudding menilai, substansi RUU Kamnas yang sensitif dan menyangkut kepentingan banyak pihak akan membuat pembahasannya sarat kepentingan politik. ”DPR adalah lembaga politik. Akan ada banyak pihak yang bermain dalam penyusunan draf RUU Kamnas jika menjadi inisiatif DPR. Kita perlu berhati-hati,” kata Sudding.
RUU Kamnas berpotensi memicu tumpang tindih kewenangan antar-institusi pertahanan dan keamanan. Khususnya, antara Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sebelumnya, Ketua DPR Ade Komarudin menjamin, RUU Kamnas yang disusun DPR tidak akan represif seperti draf versi pemerintah periode lalu (Kompas, 6/8). Adapun Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, di tingkat pimpinan DPR, wacana membahas kembali RUU Kamnas sebenarnya belum dikomunikasikan. Hal ini baru akan dibicarakan lintas pimpinan DPR dan fraksi-fraksi pertengahan Agustus, seusai reses.
Versi cetak artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 8 Agustus 2016, di halaman 2 dengan judul ""Fraksi-fraksi di DPR Belum Satu Suara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.